TOD merupakan konsep pembangunan di daerah-daerah ekonomi strategis berbasis angkutan massal seperti stasiun kereta listrik atau stasiun mass rapid transportation (MRT). Di Indonesia, konsep ini memang relatif baru, namun, berkaca pada pengalaman Dino tadi, sudah seharusnya konsep TOD tidak berhenti pada tataran wacana.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan, pembangunan di Jakarta, kota penyangga, atau kota baru lainnya dalam area megapolitan Jadebotabek harus mengusung konsep TOD. Terlebih, dalam kondisi aktual, di mana terdapat 18 juta penduduk berdiam di wilayah ini.
"Bayangkan jika ke-18 juta orang tersebut masing-masing menggunakan kendaraan menuju tempat aktifitasnya sehari-hari, Jadebotabek akan menjadi megapolitan lumpuh, tak bergerak sama sekali dan kontraproduktif," ujar Yayat kepada Kompas.com, Selasa (24/12/2013).
TOD, lanjut Yayat, salah satu metode efektif untuk membuat Jakarta dan juga kawasan di sekitarnya bertransformasi menjadi megapolitan yang laik huni, manusiawi, modern, dan sekaligus produktif. Oleh karena itu TOD harus dilengkapi dengan jalur pedestrian yang nyaman. Sehingga, untuk menuju pusat belanja, tempat kerja atau apartemennya, masyarakat pengguna MRT tinggal berjalan kaki.
Tak hanya itu, TOD juga memungkinkan terjadinya remigrasi urban. Artinya, orang-orang yang selama ini berdiam di wilayah penyangga dan bekerja di pusat kota Jakarta, justru akan tertarik menjadikan wilayah penyangga tersebut sebagai tempat utama beraktifitas.
"Lebih jauh lagi, akan terjadi redistribusi fungsi beban Jakarta ke wilayah-wilayah sekitarnya," imbuhnya.
Masalahnya, Jakarta adalah kota yang kadung terbangun dengan konsep pengembangan berbasis jalan (road). Sehingga, tidak mudah menerapkan konsep TOD di metropolitan terbesar keenam di dunia dan terbesar di Asia Tenggara ini.
Namun demikian, TOD bisa didorong dikembangkan di wilayah penyangga (Depok, Bekasi, Bogor dan Tangerang) dan atau kota-kota baru seperti Tangerang Selatan, BSD City, Alam Sutera, Summarecon Serpong, Sentul City, Lippo Karawaci, dan Jababeka.
"Para stake holder, seperti investor swasta pemilik modal, BUMN, pemerintah, harus bersatu menyamakan persepsi dan membentuk sebuah konsorsium besar memproduksi rancangan induk perkotaan berkonsep TOD. Jika ini berhasil dilakukan, multiefek yang akan timbul adalah potensi pendapatan sebesar 30 persen sampai 40 persen bagi pengelola stasiun yang lahannya dimanfaatkan oleh investor swasta sebagai properti pendukung," jelas Yayat.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.