Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo, di Jakarta, Minggu (23/6/2013), kenaikan harga BBM dipastikan melemahkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah untuk bisa mengakses rumah layak huni. Penurunan pasar rumah sederhana bersubsidi diperkirakan mencapai 10 persen.
Tahun 2013, target pembangunan rumah oleh Apersi sebanyak 100.000 unit rumah, sejumlah 90.000 unit (90 persen) di antaranya merupakan rumah sederhana bersubsidi.
"Dengan menurunnya daya beli, masyarakat berpenghasilan rendah semakin sulit menjangkau harga rumah," ujar Eddy.
Sebelumnya, Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz memastikan akan menaikkan harga patokan rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, menyusul kenaikan harga BBM. Kebijakan menaikkan harga rumah itu dinilai mendorong pengembang tetap memasok rumah bersubsidi.
Saat ini, harga maksimum rumah tapak bersubsidi dipatok pemerintah Rp 88 juta-Rp 145 juta, menurut zonasi. Subsidi rumah tapak ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan maksimum Rp 3,5 juta per bulan.
Secara terpisah, Bank Indonesia meyakini kenaikan harga Premium dan solar tidak akan memengaruhi harga properti. Pasalnya, sumbangan inflasi terhadap harga properti masih kecil.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menegaskan hal itu, menjawab pertanyaan wartawan di Bandung "Sumbangan inflasi terhadap properti masih aman," katanya. (LKT/IDR)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.