SURABAYA, KOMPAS.com - Setelah Jakarta, Surabaya adalah kota yang paling diincar oleh investor dan pengembang properti, baik nasional maupun mancanegara. Tercatat pengembang-pengembang beken macam Grup Ciputra, Pakuwon, Intiland Development, Podojoyo Masyhur, dan Dian Istana yang telah merasakan gurihnya bisnis properti di kota ini. Sementara dari luar tersebut Keppel Land dan terbaru Yishan Capital Partners. Keduanya berasal dari Singapura.
Kota berpopulasi sekitar 3,2 juta jiwa tersebut mengalami lonjakan pembangunan properti secara masif dalam kurun tiga tahun terakhir. Saat ini setidaknya terdapat 25 proyek properti skala menengah-besar yang sedang dalam pengerjaan (konstruksi). Dari sejumlah itu, sembilan di antaranya merupakan properti multifungsi (mixed use development) dengan nilai investasi ratusan miliar rupiah.
Aktifitas pembangunan tersebut memacu peningkatan harga lahan dan properti ke angka yang sangat signifikan. Di pusat kota, jika tiga tahun lalu harga lahan masih berada pada kisaran Rp 10 juta-15 juta per meter persegi, kini mengangkasa menjadi Rp 25 juta/m2. Sementara Surabaya Barat merupakan wilayah dengan pertumbuhan paling mencengangkan. Harga lahan aktual telah mencapai Rp 8 juta-Rp 10 juta/m2 dari sebelumnya Rp 5 juta-Rp 7 juta/m2.
Menurut Prinsipal Era Tjandra Surabaya Daniel Sunyoto, kenaikan tersebut dipicu oleh aksi ekspansi para pengembang yang membangun properti skala besar dalam bentuk superblok atau paling minim adalah mixed use development. "Di Citraland misalnya. Harga unit rumah terkecil seukuran 100 m2 dipatok Rp 1,5 miliar. Itu pun sudah habis terjual. Kalau pun ada, hanya tersedia di pasar seken," tandas Daniel kepada KOMPAS.com, Senin (29/4/2013).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.