Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Sengketa Properti yang Tak Terelakkan....

Kompas.com - 26/12/2012, 10:45 WIB

Keterlambatan penyerahan fisik memang terjadi pada proyek-proyek properti mengingat pembiayaan yang disebutkan di atas. Sampai proses pelepasan hak kepada pembeli, misalnya pemecahan sertifikat hak milik induk menjadi sertifikat hak milik perorangan, pasti tidak terhindar dari sengketa. Membanjirnya sengketa properti pun tidak akan dapat terelakkan.

Setidaknya, berdasarkan Penilaian Studi Hukum Properti Indonesia (SHPI) ada dua hal mendasar mengapa hal itu bisa terjadi. Pertama, kurangnya pemahaman konsumen properti terhadap aspek legal.

Kedua, kurangnya kesadaran hukum para developer dalam membangun propertinya atau dengan kata lain, developer lebih sering menggunakan jalan pintas yang pastinya tidak murah dan membuat konsumen terjerembab jatuh ke dalam lubang yang dalam sehingga terciptalah sengketa tersebut.

Di samping sengketa tersebut, harus juga dilihat pertumbuhan properti yang seimbang. Pertumbuhan properti yang tidak terkendali sehingga jauh melampaui kebutuhan (over supply) dapat berdampak pada terganggunya perekonomian nasional. Gangguan tersebut khususnya bila terjadi penurunan harga di sektor properti secara drastis dengan terjadinya buble burst (pertumbuhan tanpa diimbangi kebutuhan).

Berdasarkan penilaian SHPI, hal itu disebabkan beberapa alasan seperti adanya persamaan presepsi antara developer tentang proyeksi keuntungan penjualan properti untuk kelas menengah namun tidak diimbangi dengan jumlah properti untuk kelas bawah yang terdongkrak ke kelas menengah. Meski beberapa riset menyebutkan, peningkatan jumlah orang kaya di Indonesia tidak merata.

Selain itu, alasan lainnya, tidak meratanya pembangunan properti nasional karena lebih terpusat pada satu tempat saja, semisal pengembangan Sentul dan Bekasi, dan hampir dimonopoli para developer raksasa sehingga persaingan harga tidak kompetitif.

Masih terngiang dikepala, bagaimana krisis ekonomi di Amerika Serikat yang dikenal dengan "Mortgage Case" dapat meluluhlantakkan sistem perekonomian negara adidaya itu. Pastinya, kita tidak ingin mengulangi kejadian itu di Indonesia.

Penulis adalah Direktur Advokasi dan Perlindungan Konsumen Studi Hukum Properti Indonesia (SHPI) Jakarta dan anggota Kompasiana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau