Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tol Bali: Menjadikan Pulau Surga Tetap Surga...

Kompas.com - 12/11/2012, 03:33 WIB

Oleh HARYO DAMARDONO

Inilah Jembatan Rama. Jembatan yang dibangun pasukan kera di bawah komando kera sakti Hanoman untuk membantu Rama menyelamatkan Sita. Sambil terkekeh, pekerja tol Benoa-Ngurah Rai-Nusa Dua di Bali itu menganalogikan jembatan yang dibangunnya dengan jembatan dalam kisah Ramayana. Kisah yang dipahami betul oleh penduduk Pulau Dewata itu.

Kini, ribuan meter kubik tanah memang sengaja ditimbun di perairan di timur Bandara Ngurah Rai. Berpijak pada tanah timbunan itu, alat berat dipacu lebih cepat menanamkan tiang pancang. Rencananya, ada 4.913 titik tiang pancang untuk menopang 8,1 kilometer jembatan.

Inilah jalan tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa. Dengan total panjang 12,5 kilometer, tol ini akan menjadi jembatan tol terpanjang di Asia Tenggara. ”Jembatan ini juga didesain dan dibuat oleh anak negeri,” kata Direktur Pengembangan Usaha Jasa Marga Abdul Hadi.

Operator tol terbesar PT Jasa Marga Tbk pun berkongsian dengan PT Angkasa Pura I, PT Pengembangan Pariwisata Bali, dan PT Pelindo III untuk mewujudkannya. Dibutuhkan total dana Rp 2,5 triliun, tetapi telah ada komitmen kredit dari Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BCA sebesar Rp 1,74 triliun.

Mengekor Jembatan Tol Suramadu, tol Bali juga didesain bagi kendaraan roda empat atau lebih dan kendaraan roda dua. Tarif kendaraan roda empat diperhitungkan Rp 10.000, sementara roda dua Rp 4.000.

Proyek terbagi empat paket. BUMN Adhi Karya, Waskita Karya, dan Hutama Karya berbagi paket, bahkan bekerja adu cepat. Hingga Oktober 2012, progresnya mencapai 40,89 persen. Ditargetkan beroperasi Juli 2013, pada awalnya tol diharapkan dapat melayani Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) 2013 di Nusa Dua, Bali.

Tantangan dari sisi teknologi sesungguhnya nyaris tidak ada. Justru alam yang menjadi tantangan terbesar karena pembangunannya di atas perairan. Direktur Utama PT Jasa Marga Bali Tol A Tito Karim bahkan ke mana-mana sampai mengantongi tabel pasang-surut air laut.

Dengan rata-rata kedalaman perairan hanya 3 meter, pemancangan sering terkendala ponton yang kandas. ”Sebelum dengan metode kerja penimbunan, kemajuan proyek bergantung pada tinggi pasang-surut air laut. Hanya saat pasang pekerja dapat mengebut memancang tiang,” kata Tito Karim.

Tito Karim menjanjikan, setelah tiang pancang dibenamkan, timbunan tanah akan digali kembali sehingga perairan kembali seperti sedia kala. Komposisi material timbunan pun sedapat mungkin dipilih sama dengan dasar perairan sehingga meminimalkan dampak lingkungan.

Ada pula pekerjaan pemancangan dengan batuan ponton, utamanya di paket 2 dan simpang susun Ngurah Rai karena kedalaman perairan yang memadai.

Desain khusus

Sejak dekade silam, sebenarnya telah diinisiasi pembangunan jembatan tol Serangan-Tanjung Benoa untuk menyikapi pertumbuhan kendaraan pribadi di Bali. Namun, ketinggian jembatan menjadi perdebatan kepanjangan yang terus saja membuat pembangunannya tertunda.

Jika jembatan terlalu tinggi, dapat membahayakan pendaratan pesawat dari arah timur, dari arah Selat Lombok. Sebaliknya, diisyaratkan ketinggian minimal 45 meter supaya kapal dapat berlayar untuk kemudian labuh jangkar di Pelabuhan Benoa.

Meski kini jembatan tol Bali belum tuntas dikerjakan, telah tersaji pemandangan aduhai tepat dari lokasi jembatan. Sungguh eksotis. Pesawat lepas landas dan mendarat dengan langit semburat jingga di sisi barat. Kapal-kapal pesiar berkelir putih berlayar anggun di sisi timur tol.

Demi keselamatan penerbangan, jembatan di paket 3 pun didesain ”meliuk” supaya pilot tidak salah mengartikannya sebagai perpanjangan landasan pacu. Lampu jalan juga didesain menyorot sepenuhnya ke bawah, ke badan jalan, agar saat malam juga tidak salah diartikan sebagai landasan pacu.

Sesungguhnya, jauh lebih baik jika dibangun terowongan dari paket 3 tol langsung ke arah Bandara Ngurah Rai. Kemudian, juga dibangun persimpangan tidak sebidang di pertemuan jalan akses Benoa dan by pass Ngurah Rai-Sanur serta di Nusa Dua juga dengan by pass Nusa Dua-Ngurah Rai.

Persimpangan tidak sebidang jelas akan memangkas waktu perjalanan dengan meniadakan antrean akibat pengaturan lampu lalu lintas. Namun, Jasa Marga bersikeras—berdasarkan survei dan studi—terowongan baru dibutuhkan pada tahun 2028.

Pertanyaannya lagi, apakah jalan tol mampu menuntaskan persoalan kemacetan di Bali? Tidakkah justru keberadaan tol menarik lebih banyak penggunaan kendaraan pribadi? Seberapa lamakah jalan tol dapat bertahan sebelum kemacetan meluas hingga jembatan tol Bali?

Faktanya, sama sekali belum terdengar implementasi dari rencana pembangunan kereta api di Pulau Bali. Baru sebatas obrolan. Padahal, kemacetan sangat memusingkan, tanpa diiringi upaya keras pembatasan kendaraan pribadi, juga tanpa diimbangi pembangunan angkutan umum.

Ada waktunya ketika perjalanan Sanur sampai Ngurah Rai harus ditempuh satu jam. Semakin sering terjadi sopir taksi menolak untuk mengantar ke tujuan tertentu, seperti Kuta dan Legian, dengan alasan macet total.

Jembatan tol di Bali ini juga merupakan sebuah upaya menjadikan Pulau Bali tetap merupakan pulau surga. Upaya untuk mengenyahkan kemacetan yang menghantui pulau ini dan sudah mulai dikeluhkan oleh para wisatawan.

Pembebasan lahan

Jika proyek tol ini tuntas dalam 1,5 tahun, juga menguatkan hipotesis bahwasanya pembebasan lahan merupakan persoalan utama dalam pembangunan infrastruktur tol. Selama ini, rumitnya pembebasan lahan memang sangat menghambat investasi di sektor jalan tol. Investor dalam ataupun luar negeri bahkan gentar terhadap persoalan yang seolah tiada solusinya.

Walau sebenarnya tol Bali bukannya tidak membutuhkan pembebasan lahan. Akan tetapi, kebutuhannya sangat minim karena trasenya melintasi perairan. Juga dari kebutuhan lahan 1,9 hektar, seluas 0,5 hektarnya milik Angkasa Pura I. Proyek tol Bali sendiri pun telah mendorong perubahan regulasi terkait pembangunan jalan tol dari sekadar dibangun di daratan menjadi boleh di perairan.

Harga lahan di Bali sangat fantastis. Ditaksir rata-rata Rp 1 juta per meter persegi, ternyata ada lahan bernilai Rp 12 juta per meter persegi sehingga lebih baik menggeser trase. Di Bali, juga lebih bijak untuk menyusun trase yang menghindari bangunan pura karena mahalnya ganti rugi.

Sejauh ini, pembangunan jalan di Bali memang stagnan. Ruas jalan tidak bertambah. Lima tahun terakhir, nyaris tidak ada pertambahan panjang jalan provinsi. Jalan nasional juga hanya bertambah 26 km antara Tohpati dan Kusamba. Di Bali pun hanya ada 535 km jalan nasional dan 860 km jalan provinsi.

Dari APBN Bali tahun 2012 sebesar Rp 2 triliun per tahun, bahkan tergambar betapa kecilnya perhatian terhadap infrastruktur jalan dengan alokasi ”hanya” Rp 143 miliar. Kurang dari 10 persen!

”Jika tol tidak dibangun, apa jadinya Bali selatan kalau ada pesawat tergelincir di by pass menuju Nusa Dua,” kata Kepala Bagian Bina Marga Dinas PU Bali Nyoman Sumerta.

Dengan semakin banyaknya mobil murah ditawarkan, bisa dibayangkan kekacauan jalanan di Bali jika setiap turis menyewa mobil murah itu.

Tol Bali kini memang dinanti seiring minimnya pembangunan infrastruktur jalan. Akan tetapi, tetap dibutuhkan solusi transportasi yang komprehensif selain jalan tol. Dibutuhkan moda transportasi yang benar-benar hanya memindahkan orang, tidak harus memindahkan kendaraan. Tujuannya adalah menjaga Bali tetap menjadi surga untuk semua....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com