Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh dan Kesejahteraan

Kompas.com - 06/10/2012, 02:08 WIB

Terminologi outsourcing di Indonesia merujuk Pasal 64 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Intinya, penyerahan sebagian pekerjaan dari satu perusahaan ke perusahaan lain yang kategorinya ada dua. Pertama, pemborongan pekerjaan atau disebut outsourcing pekerjaan. Contoh, pabrik televisi menyerahkan pengerjaan remote control kepada perusahaan lain. Kedua, jasa penyedia tenaga kerja atau dikenal dengan outsourcing tenaga kerja. Kategori terakhir inilah yang menimbulkan persoalan.

Menurut Pasal 66 UU Ketenagakerjaan, outsourcing tenaga kerja tak boleh untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, yaitu kegiatan yang dimulai sejak masuknya bahan baku, proses material, hingga menjadi barang jadi. Pada industri jasa, dimulai sejak diterimanya permintaan, proses pengerjaan jasa, sampai keluar hasil dari jasa yang diminta. Toleransi outsourcing hanya diberikan untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tak berhubungan langsung dengan proses produksi, seperti pada usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), penyediaan makanan (katering), tenaga pengaman (sekuriti), jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja.

Faktanya, berdasarkan hasil penelitian Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia bersama lembaga perburuhan Akatiga dan SPS, pada 2010 di tiga provinsi padat industri ditemukan lebih dari 47 persen pekerja outsourcing digunakan dalam proses produksi pada industri padat modal. Bahkan, pada industri padat karya, pekerja outsourcing yang digunakan mencapai 80 persen. Ini menunjukkan betapa masifnya pelanggaran.

Kondisi ini diperparah oleh masih rendahnya perlindungan yang diberikan kepada pekerja. Pertama, pekerja mudah menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Kedua, berapa pun masa kerja, buruh tetap diberikan upah minimum. Masih ditemukan buruh dengan masa kerja di atas 10 tahun tetap diberikan upah minimum. Ketiga, tak adanya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun. Keempat, upah pekerja dipotong oleh agen outsourcing dalam jumlah yang sangat menyakitkan, yaitu Rp 200.000-Rp 1,5 juta per bulan dari gaji yang diterima pekerja.

Atas hal itu, pemerintah hanya berdiam diri. Tak ada sanksi tegas kepada agen outsourcing yang melanggar UU. Para agen outsourcing seolah tak bisa disentuh. Kontrol pemerintah tak berfungsi. Tak sedikit agen outsourcing ternyata berasal dari lembaga karang taruna, ikatan remaja daerah, pengurus desa, ormas, bahkan melibatkan orang dalam dan petugas berwenang. Keterlibatan oknum dinas ketenagakerjaan sering dijumpai pada kasus outsourcing bermasalah. Terlalu mudahnya disnaker memberikan izin kepada agen outsourcing kian menyuburkan praktik ilegal ini.

Regulasi baru

Agar ada penyelesaian komprehensif terhadap permasalahan outsourcing, setidaknya ada dua solusi yang bisa ditempuh pemerintah. Pertama, melakukan moratorium outsourcing. Dalam proses itu, pemerintah dapat meninjau kembali dan menata ulang persoalan alih daya agar sesuai ketentuan UU. Sanksi berupa pencabutan izin usaha harus diterapkan kepada agen dan perusahaan pengguna yang terbukti melakukan pelanggaran.

Kedua, membentuk peraturan Menakertrans yang khusus mengatur larangan dan pemberian sanksi tegas terhadap praktik outsourcing ilegal. Peraturan Gubernur Bank Indonesia terkait pengaturan outsourcing bisa menjadi rujukan. Pergub BI ini dengan tegas melarang penggunaan tenaga kerja outsourcing untuk posisi teller bank karena BI memandang teller adalah kegiatan pokok dalam industri perbankan.

SAID IQBAL Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia/Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com