Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Payah...Kebijakan Hanya Sebatas Kepemilikan Rumah!

Kompas.com - 14/08/2012, 16:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Persoalan kebutuhan rumah saat ini tidak hanya sebatas kepemilikan rumah layak huni. Hal lebih penting diperhatikan seharusnya adalah kemampuan masyarakat menempati rumah yang layak.

Demikian diungkapkan pengamat perumahan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Tjuk Kuswartoyo, pada diskusi "Mendorong Realisasi UU Tabungan Perumahan Nasional" yang diselenggarakan Forwapera di Jakarta, Senin (13/8/2012) malam. Menurut dia, kebijakan perumahan seharusnya bukan lagi soal isu kepemilikan rumah secara permanen, namun fokus pada pengelolaan pembiayaan rumah. 

"Karena berdasarkan data, kecenderungan saat ini adalah semakin banyaknya jumlah perumahan yang dimiliki dengan sistem sewa atau kontrak," kata Tjuk.

Namun, lanjut Tjuk, mendorong penyediaan rumah melalui tabungan perumahan rakyat bukan pekerjaan singkat dan ringan. Pengerahan dana melalui tabungan ini perlu dilakukan oleh kelompok berpenghasilan kecil atau besar, sementara dana diprioritaskan peruntukkannya bagi perumahan masyarakat lapisan bawah.

"Selama ini kebijakan selalu diarahkan pada kepemilikan rumah, padahal jumlah rumah kontrak dan rumah sewa juga terus membesar. Nah, kenapa yang jumlahnya lebih besar ini tidak difasilitasi pemerintah. Masalahnya, di Indonesia hal ini agak repot karena pekerja kita umumnya bekerja di sektor informal," kata Tjuk.

Berdasarkan jumlah persentase rumah tangga dengan status rumah sewa/kontrak tahun 2010, kecenderungan membesarnya jumlah rumah kontrak atau sewa itu terjadi akibat fenomena "mengota" atau pemusatan perkembangan di daerah perkotaan. Hal tersebut mengakibatkan pemusatan permintaan perumahan sangat besar di kota-kota dan wilayah penyangga.

"Di Indonesia telah terjadi pemusatan permintaan akan kebutuhan perumahan yang besar di kota besar, ini masalahnya. Tapernas (Tabungan perumahan nasional) itu hanya barang kecil, masih ada yang lebih harus dihadapi, yaitu persoalan sulitnya masyarakat menempati rumah yang layak di tengah terbatasnya lahan dan harga rumah yang semakin mahal di perkotaan," ujar Tjuk.

Tjuk mengatakan, kondisi tersebut membuat kemampuan orang memiliki rumah secara permanen menjadi semakin kecil. Sementara itu, jumlah orang yang menyewa atau mengontrak rumah malah menjadi semakin besar.

"Kebijakan pemerintah selalu mengarah pada pemilikan rumah, padahal di mana-mana ongkos tinggal itu yang dipikirkan," ungkapnya.

"Kebijakan selalu diarahkan kepada kepemilikan rumah padahal jumlah rumah kontrak dan rumah sewa juga membesar. Di Indonesia hal ini agak repot karena pekerja kita umumnya bekerja di sektor informal," katanya. 

Sementara itu, Dirut BTN Iqbal Latanro mengatakan, keberhasilan penyelenggaraan Tapera perlu didorong dengan kepesertaan Tapera yang bersifat wajib bagi pekerja dengan tingkat penghasilan tertentu. Menurut dia, pengelolaan rekening dana Tapera dan mendorong pemanfaatannya pada bidang perumahan, Badan Pengelola Tapera dapat bersinergi dengan bank yang fokus pada pembiayaan perumahan atau KPR.

Iqbal memaparkan, dana Tapera sebagai hasil iuran peserta semestinya dapat diinvestasikan pada bank yang fokus pada pembiayaan perumahan. Namun, bank tersebut dibebaskan dari kewajiban penyediaan giro wajib minimum (GWM).

"Tabungan ini nantinya bukan hanya untuk pengumpulan dana, tetapi bagi sekaligus juga bermanfaat untuk menyeleksi calon pemohon kredit atau KPR-nya," kata Iqbal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau