Astronomi, Pedoman Bertani Dayak Meratus

Kompas.com - 07/08/2012, 13:09 WIB

Padi menguning di puncak dan lereng gunung umum adalah pemandangan yang umum dijumpai di sekitar pemukiman Dayak Meratus.

 

Turun Temurun

Bagi orang awam atau bagi mereka yang sudah mengenal sistem pertanian menetap, perladangan berpindah dianggap sebagai pemborosan lahan, terlalu banyak areal yang dibuka sehingga mengorbankan kawasan hutan.

Tapi bagi orang Dayak yang telah mempraktekkan sistem perladangan berpindah secara turun temurun, perladangan berpindah dimaksudkan untuk menjaga kesuburan tanah dan memudahkan pembukaan lahan.

Alasannya dengan rotasi 5 - 10 tahun, lahan garapan diberi kesempatan untuk memulihkan unsur hara tanah yang diperlukan oleh tanaman melalui dekomposisi serasah dan bahan-bahan organik.

Selain itu, agar lahan lebih mudah dikerjakan karena semak belukar yang segera tumbuh setelah padi dipanen, dalam jangka waktu 2-4 tahun masih sangat rapat dan sulit dibersihkan, sehingga harus menunggu berbagai jenis tumbuhan berkayu pioner seperti Mahang (Macaranga sp), Piper adunctum.

Dan jenis tumbuhan berkayu lainnya tumbuh dan terjadi suksesi alamiah membentuk hutan sekunder muda agar semak belukar seperti kirinyu, harendong, serta jenis perdu lainnya semakin berkurang.

Matahari, bulan dan bintang, merupakan pedoman bercocok tanam. Orang Dayak sering diidentikkan dengan suku yang terbelakang, penuh dengan kehidupan mistis, hidup mengembara dan berburu, namun jangan lupa bahwa orang Dayak justru sangat maju dalam metode pertaniannya, tambah Haris Mustari.

Orang Dayak memanfaatkan benda-benda astronomi seperti matahari, bulan dan bintang sebagai pedoman  dalam bercocok tanaman. Secara turun temurun ilmu membaca benda-benda astronomi itu didapatkan dari para tetua dan leluhur mereka.

"Kami dapatkan ilmu ini dengan cara mengaji dari para tetua adat dan tetua kampung", ujar Pak Imar dan Pak Utan (Damang Kecamatan Halong di Balangan).

Mengaji adalah istilah Dayak Meratus untuk berguru, jadi semua ilmu-ilmu leluhur didapatkan dengan cara berguru atau bertanya, betakon, kepada orang-orang tua. Dengan cara itulah ilmu diwariskan, karena ilmu Dayak  itu tidak tertulis melainkan melalui lisan.

Benda-benda astronomi itu menjadi pedoman kapan mulai memebersihkan lahan, membabat sisa-sisa tumbuhan dan semak belukar,  kapan mulai menugal dan waktu yang cocok untuk menanam benih padi, sampai padi siap dipanen.

Bulan Juli dan Agustus adalah waktu untuk membersihkan lahan dari tumbuhan berkayu dan semak belukar, bertepatan dengan musim kemarau.

Pada akhir September ketika puncak musim kemarau, dilakukan pembakaran tumbuhan dan semak belukar, kadar air tumbuhan yang telah ditebang berada pada titik terendah,  karena itu lebih mudah dibakar.

Sisa pembakaran bahan organik itu nantinya menjadi pupuk alami tanaman padi dan palawija, sehingga tidak diperlukan pupuk buatan lagi.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau