Warga lain, Sleman (56), menuturkan, umat Hindu pun bisa melaksanakan ibadah dengan nyaman. Saat ini ada sekitar 150 keluarga pemeluk agama Hindu.
Saat ini tercatat 3.780 pemeluk Islam, 688 warga Kristen, dan 282 penganut Hindu di Balun. Toleransi semakin tinggi karena terdapat pemeluk agama yang berbeda-beda dalam satu keluarga. Prinsipnya, semua warga bisa melaksanakan ibadah dengan aman dan nyaman.
Ketika Ramadhan seperti saat ini, umat Islam yang tadarus membaca Al Quran di Masjid dengan pengeras suara hanya dibatasi sampai pukul 22.00 agar tidak mengganggu umat lain. Umat Hindu tanpa diminta mengubah sendiri jadwal sembahyangnya. Kalau biasanya dilakukan sekitar pukul 19.00, selama bulan puasa jadwalnya diubah sebelum maghrib.
”Tujuannya agar tidak mengganggu warga Muslim yang berbuka puasa dan shalat tarawih. Biasanya sembahyangnya warga Hindu setiap pasaran Kliwon malam Legi (kalender Jawa) dan saat bulan purnama,” tutur Sleman.
Toleransi antarpemeluk tiga agama di Balun juga ditunjukkan saat memperingati hari besar agama masing-masing. Saat umat Islam merayakan Lebaran, umat lain memberikan selamat dan turut berpesta.
Apakah toleransi seperti itu hanya ada di Kampung Pancasila? Rupanya masih banyak harmoni serupa. Cerita kerukunan beragama juga datang dari Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat.
Martinus Sutarman (30), warga Kampung Cipager, Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, merasakan indahnya perbedaan agama dalam lingkup keluarga besarnya. Saat ini keluarga besarnya terdiri dari pemeluk Islam, Katolik, dan Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Tidak pernah ada konflik mengatasnamakan agama.
”Memeluk agama menjadi kemerdekaan pribadi masyarakat yang tidak bisa dipaksakan karena datang dari keimanan dan ketaatannya masing-masing,” kata Sutarman.