Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eco Culture Park, Karya Dari Daur Ulang Sampah

Kompas.com - 13/05/2011, 13:25 WIB

KOMPAS.com - Awal bulan Mei 2011 ini, dunia arsitektur di Indonesia patut berbangga, lantaran lima tim arsitek berhasil menjuarai kompetisi internasional arsitektur ramah lingkungan FuturArc Prize 2011. Kompetisi yang diadakan oleh Jurnal Arsitektur BCI (Building and Construction Interchange) Asia ini diikuti 500 peserta dari berbagai penjuru dunia.

Salah satu pemenang yang mendapatkan Citation Awards untuk kategori profesional adalah tim yang diketuai oleh arsitek Effan Adhiwira dari Bali beranggotakan arsitek Fian Rakhmania Arrafiani, arsitek Theresia Sjabanie Rendri, arsitek Nidia Safiana Redha Kinanti. Tim ini menang lewat karya mereka bernama Eco Culture Park. Kemenangan tim ini karena menitikberatkan pada pemberdayaan isu lokalitas material dan optimalisasi daur ulang sampah.

"Fenomena masyarakat kita yang tergila-gila mengimpor teknologi dan gaya dari negara maju menyebabkan tingginya angka jejak karbon (carbon footprint). Juga masalah pengelolaan sampah yang tak profesional, membuat kami mengangkat isu lokalitas material dan optimalisasi daur ulang sampah," kata Effan.

Dalam tantangan FuturArc 2011 ini, terdapat syarat pembatasan area sumber material bangunan yang hanya boleh digunakan dalam radius 1.000 kilometer dari lokasi bangunan. Merasa tertantang, Effan dan kawan-kawan menyempitkan pembatasan area dalam radius 100 kilometer dari lokasi bangunan.

"Kami memberi nama Eco Culture Park, sebuah tempat berbudaya, tempat berkumpul, dan bersosialisasi. Ini sebuah galeri, tempat workhshop, teater yang ditunjang restauran dan gerai komersial. Ide pengembangan tempat ini di Bali tepatnya Pulau Serangan. Dimana daerah ini tengah dikembangkan pemerintah Bali sebagai alternatif baru pariwisata," ujarnya.

Seperti apa ide pengembangan bangunan yang menonjolkan isu lokalitas dan optimalisasi daur ulang sampah?

1. Rammed Earth (tanah kompak) sebagai material dinding.

Rammed Earth adalah teknologi yang telah dikembangkan sejak lama, berupa lapisan dinding atau lantai yang terbuat dari beberapa lapis tanah yang dikompakkan.

2. Konstruksi bambu sebagai rangka atap.

Bambu dipilih sebagai bahan pembentuk rangka struktur atap yang organik. Bambu cukup fleksibel sekaligus kuat untuk menahan beban konstruksi. Bahan ini sangat ramah terhadap lingkungan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau