Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tempat Pulang yang Merdeka

Kompas.com - 06/04/2011, 07:26 WIB

Setandan pisang digantung di atas meja, juga kaleng kerupuk menjadikan selasar itu bak warung ”tempo doeloe”. ”Saya dulu hidup dari warung ke warung dan memang senang jajan, ngobrol di warung. Itu kenapa saya membuat dapur dengan suasana seperti warung,” katanya, ”Mau jagongan, kaki nangkring di atas bangku, tidak mengapa. Merdekalah pokoknya,” kata Suprobo.

Impiannya untuk memiliki kompleks rumah pribadi dilengkapi studio melukis dan galeri pribadi terwujud tahun 1996. Di belakang rumah joglo, ia membangun lagi rumah limasan berdinding kayu, yang kini menjadi rumah tinggal Suprobo dan istrinya, Sunarmi. Di sebelah barat rumah pribadi itu, juga dibangun rumah limasan berdinding kayu yang menjadi tempat tinggal empat anak-anak mereka, menjadi satu-satunya rumah berinterior modern.

Studio dan galeri

Studio lukis Suprobo dirakit dari sisa rumah joglo Jeparanya, menjadi sebuah rumah panggung dua lantai. Studio itu menjadi rumah gado-gado, mirip rumah panggung Lampung, dengan banyak ornamen Jawa. ”Rumah itu memang tidak berpakem ke mana-mana, itu murni kreasi saya,” katanya.

Galeri pribadi pun dirancang sendiri oleh Suprobo, tanpa dinding samping karena atap limasannya sangat rendah, nyaris menyentuh tanah. Dinding depannya yang berbentuk segitiga adalah kombinasi kayu jati dan mozaik kaca yang didominasi bentuk segitiga, menyerupai potongan intan yang berwarna lembut.

Di belakang galeri yang interiornya tengah dipugar itu, Suprobo membuat teras kecil tempat ia menumpuk segala perkakas bengkelnya. Di bengkel kecil itulah ia mengutak-atik mobil Volkswagen (VW) tua, yang kerap diburunya. Ada sejumlah VW yang terparkir di sela rerindangan pohon di kompleks yang luasnya berkisar 7.000 meter persegi.

Museum pribadi yang menggenapi Prasada Suprobo terbangun tahun 2000, setelah ia membeli tanah dan bangunan mangkrak persis di barat kompleks rumah Suprobo. Bangunan terbengkalai itu dimodifikasi agar rumah modern itu senapas dengan bangunan lainnya. Di museum itu ia menyimpan puluhan lukisan karyanya sejak tahun 1977, gamelan, seperangkat alat musik keroncong, juga sepeda motor tua. Salah satu mobil proklamator Bung Hatta terparkir di lantai bawah museum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com