Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjelang Tiga Abad Gedung Eks Stadhuis Batavia

Kompas.com - 29/06/2010, 13:32 WIB

Merayakan tiga abad gedung bekas Balai Kota Batavia tak berarti mengamini penjajahan. Terima tidak terima, gedung itu kini menjadi peninggalan bagi Jakarta yang kemudian jadi salah satu ikon kota ini. Gedung itu menyimpan banyak kisah bahkan lebih dari tiga abad lalu.

 

Pasalnya, sebelum akhirnya dibangun gedung yang kini masih berdiri, sejak 1626 sudah dibangun balai kota kedua menggantikan balai kota lama di dalam kompleks Kastil Batavia (kini di sekitaran Jalan Tongkol, Jakarta Utara). Di gedung itulah JP Coen dimakamkan sebelum jasadnya dipindah ke gedung yang kini menjadi Museum Wayang.

 

Kisah cinta Sara Specx dan Pieter Cortenhoeff yang berakhir di hukuman gantung dan cambuk, kisah-kisah tahanan dan eksekusi hukuman mati, kisah penahanan Untung Suropati, Pangeran Diponegoro menjadi bagian kisah gedung tersebut – meski peristiwa tersebut terjadi pada gedung lama, “di bawah” gedung yang kini masih berdiri.

 

Bagi mahasiswa/i arsitektur, arsitektur bangunan itu tentu bisa jadi bahan penelitian, khususnya hubungan dengan Paleis op de Dam di Amsterdam dan beberapa balai kota lain yang dibikin berdasarkan Paleis op de Dam.

 

Bandingkan dengan pembangunan di masa modern ini, khususnya pembangunan gedung sekolah yang lebih mudah ambruk meski belum lima tahun dibangun. Padahal biayanya setinggi langit. Sekali lagi, mau tidak mau, terima tidak terima, bangunan masa silam yang masih bertahan hingga tiga abad ini kini adalah milik kita bersama. Sebuah desain karya bangsa Belanda dengan bantuan peluh bangsa pribumi.

 

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau