KOMPAS.com — Imelda Tio atau Imelda Sundoro saat ini merupakan pengusaha sukses dari Solo, Jawa Tengah. Di kota kelahirannya, Imelda kini memiliki hotel Novotel Solo, Ibis Solo, Best Western Premier, dan Harris di superblok Solo Paragon yang segera dibuka tahun ini. Imelda juga memiliki Hotel Novotel di Semarang dan tanah kosong di Bukit Sari. Ia pun akan bekerja sama dengan Grup Ciputra untuk membangun perumahan di sana. Di Yogyakarta, Imelda juga memliki Hotel The Phoenix, hotel butik yang sebelumnya bernama Grand Mercure.
Hotel terbarunya di Solo, Best Western Premier, mendapatkan penghargaan dari MURI karena mengusung konsep serba batik sehingga membuat hotel yang sebelumnya merupakan bangunan mangkrak itu, menjadi salah satu ikon dan ciri khas Solo. Wali Kota Solo Joko Widodo bangga dengan usaha Imelda.
"Sudah banyak hotel yang menggunakan unsur-unsur kebudayaan. Namun, baru Best Western Solo yang mengedepankan dan mengutamakan penggunaan motif batik sebagai interiornya. Tidak hanya interior, tapi segi eksteriornya sudah menampilkan cetakan-cetakan motif batik. Ini yang membuat kami tidak ragu untuk memberikan penghargaan ini,” tutur Jaya Suprana dari MURI saat memberikan penghargaan itu kepada Imelda.
Imelda pernah mendapatkan penghargaan Ernst & Young tahun 2008 yang diserahkan langsung oleh Menteri Perindustrian (waktu itu) Fahmi Idris, didampingi CEO Ernst & Young Guiseppe Nicolosi. Imelda menerima penghargaan Special Award for Entrepreneurship Spirit 2008. Ini merupakan satu-satunya penghargaan berkelas internasional untuk wirausaha yang sukses membangun dan memimpin bisnisnya.
Lahir di Solo, 2 Mei, Imelda Sundoro merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara. Ayahnya bernama Koo Tjong Tjang dan ibunya Tio Fee Swie. Ayahnya meninggal dunia ketika Imelda berusia 9 tahun. "Bayangkan bagaimana upaya mami yang punya tujuh anak waktu itu untuk menghidupi anak-anaknya. Padahal mami waktu itu berusia 27 tahun," cerita Imelda.
Imelda mengaku sudah terbiasa hidup susah. Mentalnya sekuat baja. Sejak kecil, dia digembleng karena dia tak biasa dimanja. Imelda mengenyam pendidikan di Malang dan Solo. Setelah lulus SMA Kanisius Putri, Imelda sempat melanjutkan pendidikan di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. "Tapi hanya sampai tahun ketiga karena saya keburu menikah," cerita Imelda.
Setelah menikah, Imelda membuka usaha jahitan di Solo. Produknya kemudian dijual di Jakarta, dibantu oleh adik Imelda, Koo Lie Ing. Usaha konveksinya berkembang. Seiring dengan itu, Imelda juga memulai usaha furnitur dan menjadi makelar mobil bekas. Imelda yang terbiasa bekerja keras ini mampu mengembangkan usaha bisnisnya sedikit demi sedikit sampai akhirnya menjadi bukit.
Hingga kini, Imelda tetap merakyat. Dia akrab dengan siapa pun. Tak jarang dia selalu mengajak para pegawainya makan bersama. "Saya selalu ingat masa-masa susah. Jadi, sambil bekerja, saya juga tetap memikirkan orang-orang kurang beruntung," katanya.
Suami Imelda, Hoo Sundoro Hosea atau Hoo Ik Soen, belum lama ini meninggal dunia pada usia 75 tahun. Suaminya termasuk orang yang dihormati di Solo. Berbagai kalangan lintas agama datang ke vihara, memberi penghormatan terakhir kepada Sundoro Hosea.
Bersama suaminya, Imelda merintis usaha dari nol. Dari mulai usaha jahit, garmen, furnitur, jual beli mobil bekas, dealer mobil, usaha transportasi antarkota, sampai bidang properti. Usaha dealer mobil milik keluarga ini, Sun Motor, didirikan tahun 1974 di Solo, Jawa Tengah. Awalnya usaha ini dinamakan UD Sun Motor, usaha yang bergerak di bidang kredit mobil di sejumlah kota di Jawa Tengah.