Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hendro Gondokusumo: Intiland Pionir Reklamasi di Asia Tenggara

Kompas.com - 16/02/2010, 22:23 WIB

Kami tak perlu menggunakan kaca rayban sehingga penggunaan listrik tidak banyak, demikian pula penggunaan AC lebih hemat 25 persen.

Ada yang bilang desain Intiland Tower memberi fengshui yang bagus. Saya kira tidak begitu. Saya tidak pernah memikirkan gedung ini akan mematikan gedung-gedung sekitarnya. Kebetulan gedung-gedung sekitar Intiland Tower adalah gedung-gedung bank. Nah saat krisis ekonomi tahun 1997 terjadi, banyak bank yang kolaps. Kalau ditanya mengapa Sampurna Tower harus menggunakan benda tertentu untuk menangkal gedung Intiland, saya juga tidak tahu.

Sebenarnya Intiland Tower memiliki arsitektur yang sangat sederhana. Saat ini Intiland Tower dijadikan obyek penelitian dan pembahasan para mahasiswa arsitektur Indonesia.

Apakah Intiland tetap menerapkan prinsip green building dalam produk-produk properti lainnya?
Kalau Anda lihat desain apartemen 1Park Residences yang akan kami bangun di Gandaria, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini, Anda dapat melihat sendiri bagaimana kami menerapkan prinsip green building. Sebagian besar dinding apartemen ini berupa kaca. Ini akan menghemat penggunaan listrik. Jadi suasana kamar apartemen lebih benderang, tidak gelap seperti apartemen lainnya. Kami tidak memiliki koridor sehingga jika Anda lihat kamar berukuran 90 m2 atau 138 m2, kondisinya tetap lapang dan luas. Untuk mendesain apartemen ini, saya banyak terlibat.

Saya memang tak punya latar belakang arsitektur. Namun kadang-kadang kalau saya datang ke lokasi proyek, saya ajak istri saya dan meminta dia memberi masukan dan komentar. Dia ngotot WC tidak boleh dibangun di dalam kamar tidur. Dia kan sehari-hari ada di rumah, jadi dia tahun apa yang sebenarnya dibutuhkan di dalam rumah. Ibu rumah tangga memang memberi sentuhan, termasuk dalam interior. Jadi Anda bisa lihat sendiri, kamar apartemen 1Park Residences seluas 138 m2, tapi tetap kelihatan luas.

Seperti kita tahu, industri properti kolaps saat krisis ekonomi tahun 1997. Bagaimana Intiland dapat keluar dari krisis itu dan kini berkibar kembali?
Ketika krisis ekonomi terjadi tahun 1997, saya memberikan dua opsi, melakukan PHK atau memotong gaji. Akhirnya yang diputuskan adalah memotong gaji, dan gaji yang dipotong adalah gaji direksi. Sebab tidak mungkin gaji karyawan yang dipotong. Saya bilang sama karyawan, tidak ada PHK. Tapi kepada mereka yang mau keluar, kami tidak berikan pesangon. Kalau di luar tak dapat kerjaan, silakan kembali. Kita sama-sama susah. Semua direksi tak ada yang keluar, kecuali satu orang ke Kanada karena ada masalah lain.

Situasi yang terjadi saat itu adalah tak ada orang yang mau membeli properti setelah terjadi kerusuhan. Banyak karyawan yang tak bisa jualan dan tak ada kerjaan. Tapi kami kan punya banyak tanah kosong. Nah, saya minta supaya di tanah-tanah kosong itu karyawan menanam jagung. Kami lakukan itu agar karyawan kami yang jumlahnya 2.000 orang, punya aktivitas. Karyawan kami menjual tanaman hidroponik. Ya, saya nombok-nomboki, ya sudahlah. Yang penting kami bisa survive dalam kondisi ini.

Kondisi ini cukup lama. Setelah masuk BPPN, tahun 2002-2003, Intiland mulai hidup kembali. Intiland menjadi perusahaan terbuka dan sekarang berkibar lagi. Anda bisa lihat sendiri, apartemen 1Park Residences ini belum dibangun tapi sudah banyak yang membeli. Nama Intiland kembali berkibar lagi.

Saya ingin menceritakan bahwa keputusan yang saya ambil waktu krisis ekonomi tahun 1997-1998 adalah keputusan yang tepat. Saya tidak mem-PHK karyawan satu orang pun. Bayangkan jika kami mem-PHK 100 orang misalnya, 1.900 karyawan lainnya tidak bekerja dan menunggu waktu kapan akan di-PHK, lalu cari-cari kerjaan di luar. Perusahaan ini mau jadi apa?

Anda bisa bayangkan, tanah Intiland banyak dan ada di mana-mana. Karyawan kami dapat menjaga tanah-tanah kosong itu. Mereka rajin melihat tanah kosong supaya tidak diserobot orang. Kami bebaskan lahan cukup banyak.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau