JAKARTA, KOMPAS.com - Pemanfaatan bambu sebagai komponen utama pembangunan rumah di wilayah rawan gempa sudah saatnya dipikirkan, mengingat daya tahannya terhadap gempa.
Demikian terungkap dalam diskusi "Standar dan Pengawasan Bangunan Tahan Gempa", di Jakarta, Senin (14/9). Diskusi itu dihadiri sejumlah pakar arsitektur dan praktisi. Di antaranya Dekan Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Danang Priatmodjo, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Endy Subijono, Guru Besar Departemen Arsitektur Universitas Indonesia Gunawan Tjahyono, dan pengusaha Arifin Panigoro.
Endy Subijono mengemukakan, saat ini sedikitnya 200.000 orang korban gempa di Jawa Barat menunggu kepastian tempat tinggal, setelah hunian mereka rusak akibat gempa tanggal 2 September 2009. Dengan adanya sejumlah wilayah di Indonesia yang rawan gempa dan bencana alam, maka kebutuhan rumah yang tahan gempa sudah mendesak.
Bangunan tahan gempa perlu memanfaatkan material-material lokal di daerah yang telah digunakan secara turun-temurun selama berabad-abad. Pengusaha Arifin Panigoro mengemukakan, terdapat kecenderungan sebagian masyarakat menginginkan konstruksi rumah dari bahan batu bata dan beton.
Namun, kondisi keuangan yang terbatas menyebabkan kualitas bangunan berbahan bata itu kerap memiliki kualitas rendah, sehingga rawan ambruk saat gempa. Oleh karena itu, kondisi trauma gempa itu merupakan momentum untuk mengarahkan arsitektur kota yang sesuai dengan kearifan lokal.
Dicontohkan, di Jepang, dinding bangunan dan rumah tinggal memanfaatkan lapisan kertas dan bambu sebagai material utama. Menurut Gunawan Tjahyono, kearifan lokal yang tersebar di sejumlah wilayah perlu didata, dipelajari, dan disebarluaskan agar menjadi salah satu acuan bagi masyarakat di daerah rawan gempa dalam membangun hunian yang lebih aman.
Meski demikian, tidak dipungkiri bahan material lokal memiliki harga yang mahal akibat pasokan bahan baku yang sedikit. Kendala lain, tukang atau pekerja bangunan yang memahami struktur bangunan tradisional semakin langka. "Diperlukan strategi untuk mengatasi kendala pemanfaatan material lokal," ujar Gunawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.