Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Penulis Kamar Menuju Penulis Panggung

Kompas.com - 28/03/2009, 09:07 WIB

Para penulis cerita pendek di majalah Anita (kemudian menjadi Anita Cemerlang), yang popular tahun 1980-an bisa dibilang merupakan “penulis kamar” yang dikenal orang ketika karyanya dimuat di media. Begitu tahu dimuat, mereka membeli dan membicarakan dengan teman-temannya di sekolah atau kampus.

“Sudah saatnya kesan itu diubah. Para penulis Anita masih eksis dan banyak yang terus berkarya, dengan kualitas yang tak berubah bahkan bertambah. Tiba saatnya “penulis kamar” itu tampil kembali dan menjadi “penulis panggung” atau komunitas”, ujar cerpenis Kurnia Effendi di sela acara Sastra Reboan #12 di Warung Apresiasi (Wapres), Bulungan, Jakarta Selatan, Rabu (25/03) kemarin.

Malam itu, di acara yang digelar secara rutin oleh Paguyuban Sastra Rabu Malam (PaSar MaLam) pada hari Rabu di akhir bulan, sebanyak 25 penulis cerpen Anita datang dan mengisi acara. Aroma nostalgia begitu kental dari para penulis ini, dengan jabat tangan, pelukan dan foto bersama.

Namun mereka tak sekedar bernostalgia, karena selain ikatan emosinal yang begitu kuat juga keinginan untuk terus berkarya bersama, hingga akhirnya membentuk Asosiasi Penulis Cerita (Anita) yang dipimpin oleh Kef, panggilan akrab Kurnia Effendi. “Saat ini sudah 140 orang yang terjerat datanya dari seluruh Indonesia,” ujar Kef yang sudah menyiapkan serangkaian program bagi asosiasi ini. Salah satunya dengan penerbitan buku antologi cerpen edisi koleksi Anita Cemerlang, yang memuat karya 55 cerpenis seperti pertama kali dimuat. Sedangkan menyambut Hari Kartini, 21 April karya 10 cerpenis akan ditampilkan di salah satu majalah wanita.

Rendezvous

Tema “Rendezvous” yang diusung Sastra Reboan #12 rupanya mengena juga dalam kenyataan. Rendezvous dengan sesama penulis tak hanya dinikmati para cerpenis Anita saja. Mereka yang hampir setiap hari berbincang di dunia maya lewat Face Book juga mewarnai malam itu, selain dari berbagai komunitas seperti kemudian.com, apresiasi sastra dan Bunga Matahari. Seperti Andreas F.Wong yang baru saja datang dari Palembang atau Rory Suryo yang keduanya tampil membaca puisi.

Maka begitu acara mulai bergulir, yang dibuka dengan senandung lagu lama “Juwita Malam” oleh Budhi Setyawan dan Nina Yuliana sebagai MC, lebih dari 100 pengunjung segera bertepuk tangan. Pembukaan yang menyegarkan para pengunjung yang telah bersusah payah menembus macetnya jalan di tengah guyuran hujan. Penampil pertama adalah penyair Gemi Mohawk yang membaca salah satu puisinya dari buku “Sirami Jakarta Dengan Cinta”.

Puisi terus mengalir. Mulai dari Khrisnapabicara, MC, Budhi Setyawan yang memang penyair dengan karyanya “Pengasihan” dan “Malam Pertama”, Setyo Bardono yang membawakan “Serangkaian Puisi Kereta” (gabungan 5 puisi digandeng kayak gerbong, ujarnya) serta Andreas T.Wong yang baru saja datang dari Palembang dengan puisi “Malin Kundang”, “Membela Diri”, “Pemilik Bumi” dan “Sebait Waktu”.

Di tengah bergulirnya acara dan terus mengalirnya pengunjung, diberikan door prize berupa buku karya Budhi Setyawan dan Kirana Kejora. Penyair Slamet Widodo tampak datang bersama cerpenis Eka Kurniawan dan Triyono Tiwikromo. “Baru rapat nih, mas”, ujar Triyono yang baru pertama kali menyaksikan Sastra Reboan. Sastrawan lainnya yang tampak hadir adalah Yonathan Raharjo, Pakcik Ahmad, Imam Maarif dan Nuruddin Asyhadie

Bengkel Sastra Universitas Negeri Jakarta (UNJ) kemudian tampil membawakan musikalisasi puisi, salah satunya dari karya Radhar Panca Dahana. Mereka tampil pertama kali di Sastra Reboan, seperti halnya Kartika Kusworatri yang membawakan dua puisinya dan Tory Suryo dengan 3 puisinya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau