Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siap Mengadukan Pengembang "Nakal"?

Kompas.com - 30/01/2014, 12:40 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, asosiasi-asosiasi pengembang seperti Realestate Indonesia (REI) dan Asosiasi Perumahan dan Permukiman Indonesia (APERSI) sejauh ini tidak dapat menindak bila ternyata pengembang nakal tersebut bukan merupakan anggota asosiasi. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) pun tak berdaya.

"Seharusnya, sebagai asosiasi bisa melakukan pembinaan terhadap anggotanya," ujar Ali kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (29/1/2014).

Ali mengakui, perlindungan konsumen properti di Indonesia masih sangat lemah. Masih banyak pengembang mengobral janji, seperti masalah serah terima yang molor lama dan spesifikasi bangunan kerap tidak sesuai dengan perjanjian.

"Untuk itu, konsumen pun diharapkan bisa berpartisipasi melakukan pengaduan bila ada pengembang nakal," kata Ali.

Ali bahkan mengaku siap mendengarkan keluhan konsumen yang dirugikan oleh para pengembang yang tidak bertanggung jawab atau mendengar ada informasi mengenai pengembang "nakal". Untuk pengaduan, IPW menyediakan alamatnya di konsumenproperti@yahoo.co.id atau ipw_privilege@yahoo.com.

"Belum lagi bila kita melihat banyak pengembang-pengembang nakal yang membangun rumah tanpa mengindahkan peruntukan dan keamanan lingkungan sehingga sistem drainase kota menjadi terganggu," kata Ali. 

Sebelumnya, kepada Kompas.com Ali mengatakan bahwa verifikasi terhadap "pengembang nakal" seharusnya bisa dimulai dengan melihat perizinan yang diperolehnya, termasuk amdal sebagai persyaratan ketika pengembang berencana membangun satu kawasan perumahan. Kenyataannya, kata dia, masih ada pengembang nakal yang membangun perumahan mereka di sempadan sungai seperti terjadi Depok dan Bojong Gede (Baca: Langgar Keppres, Sembilan Perumahan di Depok Penyebab Banjir Jakarta!).

"Sehingga rumah yang ditempati menjadi rusak akibat kondisi tanah sempadan sungai yang tidak stabil. Dalam kondisi ini konsumen tidak tahu harus mengadu kemana. Siapa yang harus disalahkan," ujarnya.

Ali menegaskan, persoalan ini sudah seharusnya menjadi fokus pemerintah. Pasalnya, banyak tata ruang di Indonesia yang berubah menjadi "tata uang".

"Pemerintah daerah yang mengeluarkan izin dengan melanggar aturan seharusnya dapat ditindak tegas," kata Ali.

Untuk itu, Ali menambahkan, Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) seharusnya bisa mewakili pemerintah untuk melindungi konsumen. Nyatanya, Kemenpera pun dinilainya tak dapat menindak terlalu jauh.

Ali mengatakan, Kemenpera seharusnya dapat memfasilitasi untuk memberikan perlindungan optimal kepada konsumen. Hal yang tidak kalah penting, lanjut dia, perlunya pengawasan yang lebih baik untuk "pemda-pemda nakal" yang memberikan izin seenaknya tanpa mengindahkan lingkungan (Baca: Amdal Diabaikan, Banjir dan Macet Kemudian).

"Sebenarnya, dalam UU yang ada, pengembang nakal dapat terkena sanksi berupa denda sampai kurungan. Namun, sampai saat ini belum ada Peraturan Pemerintah untuk UU tersebut sehingga belum dapat diterapkan," kata Ali.

Selain itu, tambah Ali, belum ada juga sistem yang jelas untuk dijadikan efek jera bagi para pengembang nakal. Di sisi lain, adanya otonomi daerah seharusnya membuat Kementerian Dalam Negeri bisa menindak "pemda-pemda nakal".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau