Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan "Bubble", Melainkan "Over Value"....

Kompas.com - 14/05/2013, 10:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda kembali menegaskan, bahwa melejitnya pembangunan proyek-proyek properti beberapa tahun terakhir tidak menjurus pada kondisi bubble (gelembung), melainkan over value. Terdapat perbedaan yang prinsip dalam penyampaian kedua istilah tersebut.

Dalam siaran persnya Ali mengatakan, ada beberapa hal mendasar yang diyakini tidak akan memberikan dampak bubble di Indonesia. Menurut dia, pasar properti di Indonesia mengalami kenaikan permintaan dan pertumbuhan harga yang tinggi lebih dikarenakan siklus alamiah properti sedang dalam tren naik.

Pada 2009, siklus properti Indonesia memasuki tahap percepatan dan diperkirakan tahun 2013 mencapai titik tertinggi dengan kemungkinan terjadinya perlambatan pasar. Perlambatan tersebut telah dirasakan memasuki awal tahun 2013, yaitu dengan mulai melambatnya pertumbuhan harga dan berkurangnya proyek-proyek baru yang dibangun relatif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tingginya peningkatan KPR juga merupakan gambaran tingginya permintaan pasar konsumen, khususnya end user.

"Karena sebesar 75 persen pengguna KPR merupakan end user, sehingga pasar konsumen relatif lebih nyata dibandingkan pasar investor yang merupakan pasar semu," kata Ali di Jakarta, Selasa (14/5/2013).

Namun demikian, aktifitas pasar investor dirasakan mulai melambat. Peranan konsumen investor sangat mempengaruhi peningkatan pasar properti yang tinggi. Namun, memasuki tahun 2013, pasar relatif sudah menunjukkan kejenuhan karena harga telah terlalu tinggi. 

"Dan, yang terjadi adalah over value, bukan bubble. Harga yang terlalu tinggi di pasar primer menyebabkan tidak terjadinya keseimbangan pasar wajar, karena harga di pasar sekunder ternyata lebih rendah," ujarnya.

Ali mengatakan, over value terjadi bila harga di pasar primer dibandingkan harga sekunder mengalami perbedaan 15 persen sampai 20 persen. Hal ini menyebabkan pasar akan bergerak ke keseimbangan pasar baru di 2013.

Menurut dia, kenaikan harga yang signifikan hanya terjadi di segmen menengah atas, dan terjadi khususnya di sektor landed residensial, apartemen, dan harga sewa perkantoran.

"Itupun terjadi di beberapa lokasi sehingga tidak menggambarkan pasar properti secara menyeluruh. Dari sisi perbankan kredit, rasio kredit bermasalah pun masih di bawah 3 persen dengan rasio kredit properti terhadap keseluruhan kredit masih di bawah 15 persen, sehingga terlalu dini menyebutkan pasar properti sudah mengalami bubble," ujarnya.

Kekuatan pasar lokal

Hal terpenting, menurut Ali, yang membedakan pasar properti Indonesia dengan pasar properti di negara lain adalah bahwa pasar properti Indonesia didominasi oleh kekuatan pasar lokal. Berbeda Singapura, China, dan Vietnam serta negera-negara tetangga lain yang mengalami bubble, karena pasar properti mereka lebih banyak dikuasai oleh asing sehingga ketika terjadi krisis di negara asalnya, dan akan terpengaruh terhadap nilai properti di negara tersebut.

Ia mencontohkan kran investasi asing yang dibuka secara besar-besaran di China dan telah mengakibatkan dampak bubble bagi properti di negara asal.

"Karena patokan harga yang terjadi di sana adalah patokan harga dengan daya beli dari luar negeri yang berlipat-lipat. Akibatnya, pasar lokal tidak dapat membeli. Inilah yang merupakan bubble sebenarnya, karena rentang harga terjadi sangat tinggi," kata Ali.

Berbeda lagi dengan kasus sub-prime mortgage di Amerika yang tidak bisa disamakan dengan kasus di Indonesia dan sangat jauh berbeda karena fundamental kredit KPR di Indonesia relatif masih konvensional. Adapun pasar KPR di AS diperjualbelikan berkali-kali dalam sistem derivatif saham sehingga menyebabkan harga menjadi berlipat-lipat dari aslinya.

"Begitu pasar saham anjlok, maka gelembung properti akan meletus dan menghantam pasar perumahan di sana," ucapnya.

Baca juga: Ngeri... Harga Rumah Mulai Tak Terkendali!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau