Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mau "Sekolahkan" Sertifikat Tanah di Pegadaian? Cek Syarat dan Alurnya

Namun demikian, terdapat persyaratan hingga alur pengajuan yang patut diikuti masyarakat saat hendak mengurusnya.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Harison Mocodompis mengatakan, memang yang paling umum dan tercatat secara sistem dengan BPN adalah perbankan.

"Kalau ke tempat lain mungkin parsial dan tergantung kebijakan masing-masing kreditur," ucapnya kepada Kompas.com, Kamis (24/7/2025).

Dilansir dari laman resmi Pegadaian, gadai sertifikat tanah merupakan pembiayaan berbasis syariah yang diberikan kepada masyarakat berpenghasilan tetap atau rutin, pengusaha mikro atau kecil, dan petani, dengan jaminan sertifikat tanah setingkat Hak Milik dan Hak Guna Bangunan (HGB).

Gadai sertifikat tanah di Pegadaian menawarkan fitur pinjaman sesuai fatwa DSN MUI, prinsip syariah, pinjaman sampai dengan Rp 200 juta, serta dapat dilunasi atau dicicil sewaktu-waktu.

  • Fotokopi KTP Calon Nasabah dan pasangan
  • Fotokopi KTP Calon Nasabah dan pasangan
  • Fotokopi Surat nikah/surat cerai
  • Surat Keterangan domisili (jika ada)
  • Fotokopi IMB (untuk uang pinjaman di atas Rp 100 juta)
  • Sertifikat asli
  • Fotokopi Pajak Bumi Bangunan (PBB)
  • Surat keterangan usaha (SKU) khusus untuk pelaku usaha mikro/kecil Usia minimal 17 tahun dan maksimal 65 tahun saat jatuh tempo akad
  • Memiliki pendapatan rutin dibuktikan slip gaji 2 bulan terakhir.

Alur Pengajuan Gadai Sertifikat Tanah di Pegadaian

Berikut ini alur proses pengajuan gadai sertifikat tanah:

Pihak yang Boleh Memiiki Sertifikat Hak Milik

Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan salah satu jenis hak atas tanah yang berlaku di Indonesia.

Namun, tidak semua orang boleh memiliki SHM. Ada batasan tertentu yang diatur oleh hukum pertanahan nasional.

Dilansir dari laman Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Sumatera Barat, pihak yang boleh memiliki SHM sebagai berikut:

  • Warga Negara Indonesia (WNI);
  • Badan hukum tertentu (misalnya, koperasi atau yayasan keagamaan), dengan ketentuan khusus berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 1963 Tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah.

Dengan demikian, SHM tidak boleh dan bisa dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA) atau badan hukum asing.

Di dalam Pasal 21 tertulis bahwa hanya WNI dapat mempunyai Hak Milik. Kemudian badan-badan hukum dapat mempunyai Hak Milik sesuai dengan syarat yang ditetapkan pemerintah.

Adapun WNA yang sesudah berlakunya UUPA memperoleh Hak Milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, serta

WNI yang mempunyai Hak Milik dan setelah berlakunya UUPA kehilangan kewarganegaraannya, wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.

Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau Hak Milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

Kemudian, selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing, maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan Hak Milik.

https://properti.kompas.com/read/2025/07/26/123904021/mau-sekolahkan-sertifikat-tanah-di-pegadaian-cek-syarat-dan-alurnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke