Terlebih pasir merupakan bahan utama dalam pembuatan material konstruksi konvensional seperti beton. Tentu saja, bila diambil terus menerus, persediaan pasir di alam akan semakin menipis.
Arch Daily melaporkan, konstruksi merupakan salah satu penghasil limbah padat terbesar di dunia.
Misalnya, di Brasil, dari total limbah padat yang dihasilkan, 20 hingga 50 persennya berasal dari konstruksi.
Hal ini memaksa para pegiat konstruksi mencari bahan alternatif yang lebih ramah lingkungan dan mudah diperbarui.
Adalah Cross Laminated Timber (CLT) atau kayu laminasi silang, yang merupakan panel kayu rekayasa berskala besar dengan sistem prefabrikasi, bisa menjadi solusi tepat.
Material ini mulai dipopulerkan di Eropa dan secara bertahap mendapatkan perhatian di seluruh dunia, karena kekuatan, tampilan, keserbagunaan, dan keberlanjutannya.
CLT terbuat dari papan kayu gergaji yang direkatkan dan dibuat berlapis, di mana tiap lapisan dipasang terbalik dengan lapisan sebelumnya.
Dengan menggabungkan beberapa lapisan kayu, kekakuan struktural CLT sangat kokoh, mengingatkan kita akan kayu lapis tetapi berukuran lebih tebal.
CLT merupakan material yang berkelanjutan karena terbuat dari bahan kayu, yang merupakan sumber daya terbaharui dan tidak memerlukan bahan fosil tumbuh kembangnya.
Karena stukturnya yang kokoh, CLT telah digunakan untuk proyek infrastruktur di lokasi konstruksi besar.
Misalnya untuk pembangunan jembatan beton atau sebagai penahan traktor di medan yang tidak stabil selama pembangunan bendungan.
CLT juga mulai digunakan pada proyek-proyek konstruksi kecil karena penampilannya yang menarik dan kekuatan strukturalnya.
Saat ini, CLT bahkan digunkan untuk membangun gedung pencakar langit.
Panel CLT dapat berfungsi sebagai dinding, lantai, furnitur, langit-langit, bahkan atap. Ini karena ketebalan dan panjang CLT dapat disesuaikan dengan tuntutan setiap proyek.
Umumnya, panel CLT dirakit dan dipotong dalam proses produksinya, sesuai dengan perkirakan sambungan, bukaan, dan bor yang nantinya akan dipasang.
Bagian-bagian tersebut kemudian diangkut ke lokasi, dan kemudian perakitan berlangsung di sana.
Saat di pabrik, panel CLT dipotong sesuai ukuran dengan router Computer Numerical Controlled (CNC) canggih, yang mampu membuat pemotongan rumit dengan presisi tinggi.
Umumnya, permukaan CLT hanya diberi aplikasi waterproofing transparan, sehingga serat kayu terlihat jelas dan menimbulkan kesan alami.
"Bila kita menghabiskan lebih banyak waktu dalam desain makan lebih sedikit juga waktu yang dihabiskan untuk bekerja di lokasi," tambah Silvio.
Meskipun biaya bahan pembuat CLT cukup tinggi, namun waktu konstruksi yang lebih singkat, kontrol kualitas yang lebih baik, dan pengerjaan konstruksi yang minim limbah membaut CLT patut dipertimbangkan untuk pengerjaan konstruksi masa depan.
https://properti.kompas.com/read/2021/07/28/180000021/mengenal-clt-alternatif-pengganti-beton-yang-ramah-lingkungan