Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai dibukanya keran kepemilikan WNA atas apartemen ini bertentangan dengan reforma agraria.
Namun, pernyataan ini dibantah Staf Khusus dan Juru Bicara Kementrian ATR/BPN Taufiqulhadi.
Menurutnya, aturan kepemilikan sarusun bagi WNA ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan urusan reforma agraria.
"Ini pendapat yang terlalu ditarik-tarik dan tidak ada korelasinya sama sekali. Apartemen bagi orang asing adalah satu hal, reforma agraria adalah urusan lain," kata Taufiqulhadi dalam keterangannya yang dikutip Kompas.com, Kamis (05/11/2020).
Taufiq menjelaskan, ketentuan kepemilikan sarusun bagi orang asing dalam UU Cipta Kerja memang sengaja dihadirkan untuk menyambut investor asing ke Indonesia.
Hal ini penting agar orang asing yang datang dan berinvestasi di Indonesia memiliki tempat tinggal.
"Orang-orang asing diperkirakan akan banyak hadir ke Indonesia selaras dengan kehadiran investasi yang mereka bahwa," ujarnya.
Dia mencontohkan, di negara lain, seperti Australia, jika ada yang membawa investasi dalam skala besar, orang asing bisa membeli tanah dan rumah sekaligus.
Tapi, Indonesia tidak bersikap seliberal itu, meskipun ada peraturan yang memberikan kesempatan WNA untuk memiliki properti, tapi hanya hak ruang. Artinya orang asing tidak bisa membeli tanah dan bangunan.
"Meskipun kita memberikan kesempatan untuk memiliki properti juga di Indonesia tapi hanya rumah dalam arti hak ruang. Orang asing tidak bisa membeli rusun sekaligus tanah," imbuh Taufiq.
Selain itu, ada syarat-syarat lainnya yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang tengah disusun.
Menurut Taufiq, syarat pertama adalah orang asing hanya bisa membeli apartemen yang dibangun di atas tanah hak guna bangunan (HGB).
Jika rumah apartemen itu hilang, maka kepemilikan tempat hunian orang asing itu pun akan hilang.
"Hal tersebut diatur dalam PP, apartemen yang diperuntukkan bagi rakyat yang berpendapatan menengah dan rendah, tidak boleh dibeli oleh orang asing," imbuh Taufiq.
Syarat lainnya adalah, orang asing hanya dapat membeli apartemen dalam kategori harga tertentu, yang akan ditetapkan dalam Peraturan Menteri (Permen) nanti.
Sebelumnya kebijakan kepemilikan sarusun dikritisi oleh Sekertaris Jenderal Konsorium Pembaruan (KPA) Agraria Dewi Kartika.
Dewi mengatajan kebijakan itu bertentangan dengan reforma agraria yang tengah gencar dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), salah satu programnya adalah pembagian sertifikat tanah.
"Aturan kepemilikan rumah bagi WNA ini tentu saja merugika karena ditengah pemerintah Jokowi itu kan sedang gencar melakukan upaya reofrma agraria," ujar Dewi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (03/11/2020).
Dewi beralasan, perluasan hak kepemilikan apartemen bagi asing ini akan semakin menyulitkan masyarakat miskisn untuk mendapatkan rusun.
"Banyak warga miskin yang tidak punya akses dan hak akan tanah. Namun di tengah kemacetan agenda reforma agraria, muncul UU Cipta Kerja dengan orientasi bisnis bagi WNA dan badan usaha asing," cetus Dewi.
Tentu saja, lanjut dia, kebijakan ini berdampak pada ketimpangan struktur penguasaan tanah di indonesia karena yang akan mendapat kemudahan WNA dan badan usaha asing.
Untuk diketahui, Pasal 144 ayat 1 UU Cipta Kerja menyebutkan, hak milik atas satuan rumah susun dapat diberikan kepada di antaranya ;
1. Warga negara Indonesia,
2. Badan hukum Indonesia, wargan negara asing yang mempunyai izin sesuai ketentuan peratuean perundang-undanga,
3. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; atau
4. perwakilan negara asing dan lembaga internasiona yang berada atau mempunyai perwakilan di Indonesia.
Ayat 2 Pasal yang sama mencantumkan bahwa hak milik atas satuan rumah susun dapat beralih atau dialihkan dan dijaminkan.
https://properti.kompas.com/read/2020/11/05/130655821/orang-asing-boleh-beli-apartemen-tapi-ada-syaratnya