Bersama Honda Imora Group, mereka mengembangkan proyek bertajuk Summarecon Bogor yang akan dilansir secara resmi pada 17 Oktober 2020 mendatang.
Di atas lahan seluas 500 hektar, pengembang yang dirintis Soetjipto Nagaria lebih dari empat dekade tersebut membenamkan investasi Rp 20 triliun.
Angka yang tak sedikit mengingat lokasi Summarecon berada di kawasan yang sudah "jadi" yakni Sukaraja dengan akses Gerbang Tol (GT) Bogor Selatan Tol Jagorawi.
Selain itu, proyek ini juga diapit dua lapangan golf 63 holes dengan luas sekitar 210 hektar dan sudah berdiri cottage serta hotel bintang lima Royal Tulip Golf Resort Gunung Geulis.
Untuk mengembangkan infrastruktur dasar dan pengadaan lahan saja, mereka menghabiskan Rp 1 triliun.
Sebagaimana dikatakan Direktur PT Summarecon Agung Tbk Herman Nagaria, Summarecon Bogor adalah Pondok Indah-nya Bogor.
"Tak hanya menawarkan hunian, melainkan juga kenyamanan, kualitas lingkungan, dan prestis. Kami mengembangkan konsep kota mandiri yang ideal untuk first home family," tutur Herman, Selasa (29/9/2020).
Sebagai awal pengembangan, Summarecon menawarkan 600 unit yang mencakup tiga klaster yakni The Mahogany Residence, The Agathis Golf Residence, dan The Mahogany Island.
Direktur PT Summarecon Agung Tbk Sharif Benjamin merinci, The Mahogany Residences meliputi 321 unit dengan tahap pertama yang dipasarkan 114 unit. Harganya dipatok sekitar Rp 1,35 miliar hingga Rp 2,1 miliar.
Kemudian The Agathis Golf Residence dikembangkan 198 unit dengan patokan harga Rp 2,9 miliar hingga Rp 4,9 miliar.
Tujuh unit di The Agathis dengan harga Rp 4,9 miliar akan dipasarkan dengan sistem lelang.
Selanjutnya, klaster The Mahogany Island yang merupakan kavling berukuran sekitar 10x20 meter persegi dengan harga Rp 1,4 miliar sebanyak 79 unit.
“Karena merupakan pengembangan skala kota, hunian dan fasilitas penunjangnya seperti tempat usaha, komersial, pendidikan, kesehatan, dan hiburan akan saling terintegrasi," kata Benjamin.
Menyoal peluang terserap pasar
Lantas, mengapa duet ini berani merilis proyek yang sudah direncanakan sejak 10 tahun lalu, pada saat Pandemi Covid-19 dan kondisi ekonomi di ambang resesi?
Bagaimana pula kans mereka menarik minat pasar, terutama di kawasan Bogor yang notabene tidak sekuat Bekasi, Serpong, dan Jakarta?
Direktur Utama PT Summarecon Agung Tbk Adrianto P Adhi menjelaskan, perusahaan tidak akan pernah berhenti untuk memberikan kontribusi, termasuk saat Pandemi Covid-19.
"Kami akan terus menjalankan kegiatan usaha, agar perekonomian tetap terus berjalan. Saya proyeksikan kontribusi sektor properti terhadap pertumbuhan ekonomi Nasional lebih dari 2,3 persen (data BPS)," terang Adrianto.
Hal ini karena sektor properti menggerakkan ratusan industri terkait (multiplier effect) mulai dari industri material bangunan, furnitur, jasa konstruksi, jasa arsitektur, jasa pemasaran, hingga tenaga konstruksi atau sumber daya manusia (SDM).
Ketika sebuah proyek properti dikerjakan, maka perekonomian kawasan di sekitarnya akan ikut bergerak. Meski Pandemi, lebih lagi krisis, Summarecon tetap memasarkan dan membangun proyek-proyek baru.
Karena sejatinya properti merupakan kebutuhan esensial (papan) yang akan terus dibutuhkan pasar. Perusahaan pun optimistis, Summarecon Bogor akan mendapat antusiasme pasar.
Sebagaimana dikatakan CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono.
Menurutnya, meski berbeda dengan proyek di Bekasi, Serpong atau Karawang yang dipasarkan saat sektor properti tengah berada di puncak, Summarecon Bogor punya peluang besar menjadi pilihan pencari rumah dengan segmen menengah-atas.
"Mereka punya reputasi tinggi, menjual kepercayaan. Komitmen serah terima dan kualitas kerapian konstruksi fisik juga menjadi andalan," ujar Hendra.
Jadi, imbuh dia, mudah bagi Summarecon menjual unit-unit awal kepada keluarga muda kelas menengah-atas Bogor, maupun kota-kota di sekitarnya.
Selain itu, pengembang ini juga selalu punya basis konsumen loyal yang yakin untuk berinvestasi di setiap properti yang mereka kembangkan.
Direktur Riset and Consultancy Cushmand and Wakefield Arief N Rahardjo mengungkapkan hal yang sama, bahwa akan banyak konsumen yang memang sudah membeli produk di proyek Summarecon sebelumnya.
"Dan secara obyektif, faktor aksesibilitas, lokasi, dan masterplan proyek ini direncanakan dengan baik. Itu pertimbangan konsumen," cetus Arief.
Target 60 unit pertama terjual habis, tampaknya akan terealisasi. Demikian halnya dengan total keseluruhan unit tahap awal penawaran.
Sebaliknya, jika pun tak terjual maksimal, risikonya tak akan setinggi membangun apartemen. Pembangunan rumah akan mengikuti jumlah unit terjual.
Sementara apartemen harus terbangun, meski unit yang terjual masih berada di bawah ekspektasi.
Kenaikan harga
Kendati diproyeksikan mampu menarik minat pasar, namun proyek joint venture dengan komposisi masing-masing Summarecon Agung 51 persen dan Honda Imora Group 49 persen ini tidak akan mengalami pertumbuhan harga dalam waktu dekat.
Dalam pandangan Hendra, karena harga yang ditawarkan sudah terhitung tinggi sebagai konsekuensi logis dari kondisi kawasan Sukaraja yang sudah mapan.
"Sudah jelas kawasan ini akan terbentuk level prestisenya dari calon pembeli yang merupakan end user, bukan pemburu kenaikan harga dan investasi. End user akan tinggal di rumah yang mereka beli. Beda dengan 'pemburu rente'," lanjut Hendra.
Pertumbuhan harga hanya bisa ditentukan dari adanya transaksi jual beli di pasar sekunder, dan pasokan lebih sedikit ketimbang permintaan.
"Jadi price growth kemungkinan besar, kecil terjadi untuk saat Pandemi ini," pungkas Hendra.
https://properti.kompas.com/read/2020/09/29/224540421/summarecon-bogor-proyek-rp-20-triliun-dan-pertaruhan-di-tengah-pandemi