Sebab, jika industri pusat perbelanjaan atau mal mengalami collapse (bangkrut) akan kesulitan bagi mereka untuk bangkit kembali.
Ketua APBBI Alphonzus Widjaja mengatakan hal itu dalam konferensi pers virtual, Senin (28/9/2020).
"Dan tentunya juga resesi ekonomi berkepanjangan," tutur Alphonz.
Sebagaimana diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi pada Kuartal III-2020 menjadi minus 2,9 hingga 1,1 persen.
Artinya, kontraksi lebih dalam dari proyeksi sebelumnya menjadi minus 2,1 persen hingga 0 persen.
Sementara secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun 2020 akan berada pada kisaran minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen dari sebelumnya minus 1,1 persen hingga 0,2 persen.
Oleh karena itu, kata Alphonz, bantuan dari Pemerintah harus berbentuk langsung kepada para pengusaha mal atau peritel.
Bantuan langsung yang diminta APPBI ada tiga jenis yakni, pembebasan Pajak Penghasilan (PPH) dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Kedua, APPBI meminta kepada Pemda untuk pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pembebasan pajak reklame, dan pembebasan parkir.
Alphonz menjelaskan, meski mal ditutup atau tidak beroperasi secara penuh, pengusaha diminta untuk membayar hal itu.
Menurutnya, pembebasan biaya tersebut tentu bermanfaat bagi mal untuk mengatur arus kas (cashflow) agar tidak defisit.
"Kalau tidak defisit, ini bisa meminimalkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan membantu para penyewa," kata Alphonz.
Terakhir, pengusaha mal meminta subsidi gaji karyawan dari Pemerintah.
Misalnya, 50 persen gaji karyawan dibayarkan Pemerintah dan 50 persen lagi dibayarkan pengusaha. Sehingga, gaji karyawan dapat terpenuhi 100 persen atau penuh.
https://properti.kompas.com/read/2020/09/28/132210321/agar-tak-bangkrut-pengusaha-mal-minta-bebas-pajak-dan-subsidi-gaji-karyawan