Direktur PDS Wahyu Hartanto menyampaikan hal tersebut kepada Kompas.com melalui keterangan tertulis pada Senin (21/9/2020).
"Setelah melalui proses pemungutan suara kreditur minggu lalu di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, diperoleh informasi bahwa yang mendukung proposal perdamaian yang diajukan PDS hanya kreditur separatis dan sekitar 60 orang konsumen," tutur Wahyu.
Sedangkan sebagian besar konsumen telah memberikan suara yang salah dikarenakan informasi yang tidak lengkap dan tidak tepat, serta masukan yang menyesatkan.
Menurut Wahyu, sebagian besar konsumen tersebut tidak mengerti bahwa dengan tidak mendukung PKPU artinya sama dengan mereka mendukung proses kepailitan perusahaan dimana hak-hak konsumen tidak lagi diprioritaskan.
Hasil resmi pemungutan suara baru akan diumumkan dan disahkan dalam beberapa hari ke depan.
Dia mencurigai masukan yang salah tersebut berasal dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan yang berlawanan dengan tujuan bersama agar hak-hak konsumen dan kreditur tetap terpenuhi.
"Juga terungkap bahwa sebagian besar konsumen tersebut telah memberikan kuasa agar suaranya diwakili oleh satu atau beberapa pihak saja," imbuh dia.
Sebelumnya, PDS telah mengumumkan bahwa Perusahaan telah menerima surat minat dari tiga calon investor potensial.
Wahyu mengklaim, proposal yang diajukan di hadapan kreditur adalah rencana dan aksi nyata yang kredibel dan bisa dianggap solusi penyelesaian.
"Kami betul-betul mencari investor yang bukan hanya kuat permodalannya tapi juga memiliki pengalaman dan komitmen," ucap Wahyu.
Bila konsumen tidak mendukung PKPU ini, kata Wahyu, tidak akan menghasilkan keputusan terbaik.
Bahkan, ada lebih dari 650 konsumen yang berpotensi merugi bila hasil pemungutan suara betul-betul memutuskan untuk menolak PKPU yang dengan sendirinya berarti perusahaan dipailitkan.
Menanggapi hal ini, salah satu konsumen Oktavia Cokrodiharjo yang membeli empat unit Antasari 45 dengan total nilai Rp 8 miliar, mengaku banyak konsumen tidak sepakat dengan proposal perdamaian yang dibuat oleh PDS.
"Hal ini karena konsumen sudah kehilangan kepercayaan kepada PDS," ujar Cokro kepada Kompas.com, Senin (21/9/2020).
Cokro menuturkan, pada saat voting, konsumen sebenarnya menginginkan perpanjangan waktu, dengan harapan PDS dapat memperbaiki proposal perdamaiannya.
Namun sayangnya, PDS bersikukuh menyatakan proposal perdamaian tersebut sudah final dan tidak berkeinginan untuk memperbaikinya.
Kemudian terkait masalah investor, menurut Cokro, inisiatifnya justru berasal dari konsumen, termasuk beauty contest.
Akan tetapi, permintaan konsumen tidak dikabulkan, karena PDS ingin investor masuk setelah homologasi.
Hal inilah yang dikhawatirkan konsumen karena investor yang masuk belum tentu kompeten dan sesuai dengan keinginan untuk menghasilkan solusi terbaik.
"Belum lagi tuntas mengevaluasi, konsumen sudah diihadapkan pada voting. Ya akhirnya kami memilih menolak proposal perdamaian PDS," tegas Cokto.
Perselisihan antara PDS dan konsumen berawal dari progres pembangunan apartemen Antasari 45 yang dinilai lambat.
Hingga saat ini, apartemen yang dijanjikan dapat diserahkan kepada konsumen tiga tahun setelah masa pelunasan tak kunjung terbangun.
Alih-alih melakukan pekerjaan konstruksi, PT PDS justru digugat PKPU oleh Eko Aji Saputra dengan nomor perkara 140/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst di Pengadilan Niaga, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Gugatan PKPU inilah yang dipermasalahkan oleh konsumen hingga berujung pada pelaporan pidana kepada Kepolisian Polda Metro Jaya Pelaporan.
Pelaporan tersebut dilakukan oleh Tim Kuasa Hukum Konsumen yakni, Bahari Abbas Pulungan dengan nomor laporan LP/5187/VIII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ, tertanggal 31 Agustus 2020.
https://properti.kompas.com/read/2020/09/21/175049621/pengembang-antasari-45-curiga-ada-oknum-yang-menghasut-konsumen