Kedua pembantu Jokowi tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono.
Saat itu, dalam sambutan sebelum penandatanganan PPJT Tol Solo-Yogyakarta-NYIA Kulonprogo, Luhut menegaskan pentingnya profesionalisme dalam memegang teguh komitmen dengan investor.
Menurut Luhut, komitmen dengan investor baik domestik maupun asing harus dilaksanakan. Termasuk komitmen soal kenaikan tarif tol, apa yang sudah dijanjikan pada investor harus dilaksanakan.
"Saya pikir kalau ada kontroversi kecil-kecil, ya jadi ajalah. Emang gue pikirin. Ya ga begitu (kontroversi) juga. Karena investor itu juga harus nyaman dengan kita. Apa yang sudah kita janjikan, kita harus terlibat dan laksanakan," tegas Luhut.
Menanggapi pernyataan Luhut, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, penundaan kenaikan tarif khususnya dua ruas Tol Cipularang dan Padaleunyi, tetap harus dilakukan.
Terutama dalam kondisi dan situasi abnormal seperti saat ini yang terdampak Pandemi Covid-19.
"Ini kondisinya semua abnormal dan kita harus memperhatikan itu, memperhatikan suara pak gubernur (Ridwan Kamil), sebulan kita lihat perkembangannya," kata Basuki.
Basuki menjelaskan, sejatinya rencana kenaikan tarif dua ruas Tol Cipularang dan Padaleunyi sudah ditahan sejak lama.
"Itu saya tahan-tahan lama. Tujuh bulan ya. Kalau masih ada begitu (kontroversi) kita tunda dulu," imbuh dia.
Menyoal perbedaan sikap ini, bagaimana dampaknya bagi masa depan investasi jalan tol?
Direktur Center for Sustainable Infrastructure Development (CSID) Universitas Indonesia Mohammed Ali Berawi berpendapat, perjanjian yang telah dilakukan antara pemerintah dan investor seyogianya mesti dijalankan sebagai bentuk komitmen antara para-pihak.
Akan tetapi mengingat terjadinya force majeure, dalam hal ini bencana non-alam Pandemi Covid-19, mendorong diperlukannya negosiasi ulang antara para-pihak yang terkait dalam perjanjian ini.
"Karena Pandemi Covid-19 mengakibatkan penurunan aktivitas ekonomi hampir di semua sektor usaha dan meningkatnya beban masyarakat," tutur Ali menjawab Kompas.com, Kamis (10/9/2020).
Oleh karenanya langkah pemerintah untuk melakukan penundaan sementara kenaikan tarif tol diharapkan dapat diikuti dengan mekanisme burden sharing, untuk mengurangi beban pihak investor atau operator jalan tol.
Ali melanjutkan, insentif atau dana penyertaan pemerintah untuk operasional dan pemeliharaan maupun upaya untuk melakukan penyesuaian jangka waktu konsensi dapat menjadi upaya win-win solution bagi tercapainya kesepakatan baru para-pihak.
Dengan demikian, komitmen pemerintah dalam menjalankan skema kerja sama ini dapat terus terjaga.
Di satu sisi, pihak pengusaha dapat memenuhi standar pelayanan minimum (SPM) operasional dan secara bersamaan masyarakat juga tidak terbebani dari suatu situasi yang tidak diperkirakan sebelumnya yakni Pandemi Covid-19.
"Forecasting awal akan dapat dieksekusi kembali dengan membaiknya situasi yang ada," imbuh Ali.
Untuk menjaga komitmen investasi, kata Ali, maka hal-hal di atas bisa dilakukan. Pemerintah bisa membantu memberikan dana operasional atau mengubah waktu konsensi.
Hal ini dapat memberikan kepastian, keamanan, dan kepercayaan pasar terhadap investasi jalan tol di Indonesia.
Jadi, menurut Ali, penundaan tarif tol saat Pandemi Covid-19 atau disebabkan force majeur lainnya, tidak akan menjadi sebuah preseden.
Preseden hanya terjadi dalam kondisi situasi normal, serta tidak ada warranty investment dengan tidak memenuhi komitmen.
"Kondisi force majeur pastinya memerlukan penyesuaian dan situasi ini tidak bisa digeneralisasi sebagai preseden," tuntas Ali.
https://properti.kompas.com/read/2020/09/11/211508921/saat-dua-menteri-jokowi-tak-kompak-apa-dampaknya-bagi-investasi