Direktur Utama PT Perintis Triniti Properti Ishak Chandra menuturkan, pasar rumah tapak masih sangat potensial, terutama untuk harga serentang Rp 600 juta-Rp 1,2 miliar.
Terlebih di kawasan pinggiran atau sub urban, perbandingannya bisa 4:1. Artinya dari lima orang yang berencana membeli hunian, empat di antaranya memilih opsi rumah tapak.
Sementara hanya satu yang memilih apartemen. Dengan demikian bisa dikatakan pasar rumah tapak empat kali lebih besar ketimbang rumah vertikal.
Tak hanya di kawasan pinggiran, di tengah kota pun rumah tapak masih menjadi favorit dengan komparasi dua kali lebih besar dibanding apartemen.
"Karena alasan inilah, kami akan fokus memperluas pasar rumah tapak, seraya menyelesaikan proyek-proyek apartemen dan melahirkan produk baru yang sesuai kebutuhan pasar," kata Ishak menjawab Kompas.com, Rabu (19/8/2020).
Untuk mendukung strategi ini, perusahaan mengubah penggunaan dana penawaran umum (IPO) pada Januari 2020 demi membiayai proyek rumah tapak, di antaranya Marc's Boulevard di Batam.
Sebelumnya, Perusahaan mengalokasikan 35 persen dari dana IPO untuk membiayai Collins Boulevard yang dikembangkan anak usaha PT Triniti Menara Serpong (TMS).
Saat ini, proyek apartemen di Serpong itu hanya mendapat jatah sepertiga dari 33 persen pendanaan.
Strategi pendanaan ini ditempuh karena pada 26 Mei 2020, TMS mendapat fasilitas kredit dari PT Bank Pan Indonesia Tbk (Bank Panin) senilai Rp 636 miliar dalam bentuk Pinjaman Rekening Koran (PRK).
Marketing revenue Rp 122 miliar
Sementara itu, hingga Juni 2020, Triniti mencatat penjualan marketing (marketing sales) sebesar Rp 122 miliar. Angka ini merosot tajam 60 persen dari catatan tahun 2019.
Kontributor terbesar berasal dari Collins Boulevard yakni 64 persen atau senilai Rp 78,9 miliar, dari total enam proyek. Lima lainnya adalah Brooklyn, yukata, Springwood, The Smith, dan Marc's Boulevard.
Adapun target marketing revenue tahun ini senilai Rp 900 miliar. Artinya, perolehan Rp 122 miliar masih jauh atau tidak sampai sepertiga dari total target.
Menanggapi hal ini Ishak mengatakan, penurunan ini disebabkan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 72 secara penuh, yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2020.
Pendapatan yang bisa dibukukan pada perusahaan real estat yang diatur dalam PSAK 72 hanya pendapatan dari proyek yang sudah diserahterimakan.
Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya yang mencatatkan pendapatan berdasarkan progress of completion.
Akibatnya, pembukuan dan pencatatan laporan keuangan Triniti berbeda dengan Actual Performance Perseroan.
Namun demikian, Ishak optimistis, jika kelak proyek-proyek apartemen dan rumah tapak telah diserahterimakan, catatan pendapatan penjualan akan melonjak drastis pada 2022 mendatang.
"Saat itu, kami harapkan seluruh proyek sudah selesai dan serah terima kepada konsumen. Selain mengandalkan proyek unggulan, kami juga telah meluncurkan proyek baru The Scott-Home Studio," kata Ishak.
Proyek yang ditawarkan sejumlah 198 unit ini, menurut Direktur PT Perintis Triniti Properti Tbk Bong Chandra, disambut antusias pasar.
"Lantai dasar sampai 16 sudah terjual habis. Saat ini kami memasarkan lantai 17, 18, dan 19," imbuh Bong.
Dalam mengembangkan hunian ini, perusahaan melengkapinya dengan aneka furnitur serbaguna yang dapat dilipat, dan dialihgunakan seperti folding bed, windows bay dan lain-lain.
Dengan demikian, hanya dalam lima menit, penghuni dapat mengubah fungsi, katakanlah tempat tidur menjadi ruang kerja.
The Scott-Home Studio berada di menara kedua Collins Boulevard yang menempati lahan 2,4 hektar.
Triniti membanderol unit produk baru ini seharga mulai dari Rp 612 juta-Rp 623 juta dengan unit tipe studio berdimensi 21,95 meter persegi.
https://properti.kompas.com/read/2020/08/19/191547321/biayai-proyek-rumah-tapak-triniti-ubah-penggunaan-dana-ipo