Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tetap Sehat Visual Saat Bekerja dari Rumah di Tengah Pandemi

Oleh: Endah Setyaningsih

ISTILAH work from home (WFH) atau bekerja dari rumah saat ini sudah menjadi istilah yang umum dan dipahami semua orang.

WFH bisa menjadi kebiasaan baru di tengah pandemi dan masih harus dijalankan saat ini. Meskipun memang sebagian dari kita sudah mulai ada yang harus meninggalkan rumah untuk bekerja.

Di mana pun kita saat ini, harus tetap berusaha untuk selalu produktif dan berkarya. Awalnya banyak yang kaget dengan kenaikan tagihan listrik di rumah.

Ini bisa dimengerti, karena lampu yang biasanya hanya menyala pada malam hari, juga pengondisi udara, siang hari pun dihidupkan. Belum lagi ditambah dengan peralatan bekerja lain, seperti komputer atau laptop.

Lampu merupakan barang kecil, namun cahayanya diperlukan, seperti halnya cahaya alami.

Bisa jadi, jarang yang memperhatikan jenis lampu yang digunakan saat bekerja atau kegiatan lain di rumah, dan mungkin juga jarang yang memperhatikan kecukupan cahayanya.

Standar Nasional Indonesia (SNI), menyebutkan nilai intensitas tertentu untuk setiap ruang di rumah, hal ini dimaksudkan untuk menjamin sehat visual pengguna ruang yang sedang beraktivitas.

Contoh intensitas ruang kerja untuk rumah tinggal adalah 300 lux, nilai ini bisa dicapai jika disediakan sejumlah daya 7 watt untuk tiap meter persegi ruang (SNI 6197:2011).

Jika ukuran ruang 9 meter persegi, dibutuhkan total daya lampu 63 watt. Jika menggunakan lampu compact fluorescent lamp (CFL)18 watt, maka minimal harus ada 3 lampu untuk ruangan tersebut.

Memang demikian seharusnya supaya sehat secara visual, dan kondisi mata tetap baik.

Sayang kan kalau yang masih muda-muda sudah harus berkaca mata, karena kurang tepat dalam menentukan intensitas cahaya, dan malas memasang lampu banyak di ruang kerja.

Selain itu bekerja dari rumah saat ini, bisa lebih dari 8 jam sehari, karena ternyata banyak sekali yang mesti dikerjakan plus membiasakan juga rapat atau pertemuan lain secara daring.

Belum lagi banyak topik webinar yang menarik untuk diikuti atau bisa jadi kita sebagai pembawa materinya.

Bisa-bisa waktu kerja ditambah ke malam hari atau pada hari Sabtu/Minggu juga.

Nah, artinya mata ini dipaksa untuk memantau kamputer/laptop secara terus menerus lebih dari 8 jam sehari.

Cara mengukur intensitas cahaya (misal 300 lux, seperti disebutkan di atas), digunakan alat ukur luxmeter/lightmeter. Alat ini banyak tersedia di toko, bahkan juga di toko online, dengan harga yang masih terjangkau.

Tidak ada salahnya jika kita mulai membeli dan menggunakannya di rumah, karena bisa untuk mengukur intensitas cahaya di meja belajar anak.

Apalagi anak-anak, sangat perlu untuk melindungi indra penglihatannya, sekali lagi supaya tidak terbebani adanya kaca mata, selain masalah biaya juga tidak nyaman kalau dari anak-anak sudah berkaca mata, akan mengganggu saat mereka bermain atau berkegiatan lain.

Selain dengan membeli, cara lain memperoleh Luxmeter adalah dengan mengunduh secara gratis dari gadget/telepon selular/Hp yang mempunyai sistem operasi android.

Dengan mengeklik kata luxmeter atau lightmeter melalui Google Playstore, maka akan segera terunduh alat tersebut.

Penggunaannya sama dengan luxmeter, yaitu dengan meletakkannya di atas meja kerja atau meja belajar anak, dengan tinggi kira-kira 80 cm, disebut sebagai bidang kerja (SNI 6197:2011).

Ketepatan ukurnya mungkin kurang bagus, tapi minimal kita mempunyai alat ukur. Untuk dapat ketepatan yang baik, bisa dilakukan dengan mengunduh lebih dari satu, kemudian diperbandingkan.

Intensitas cahaya tinggi, cahaya menjadi sangat terang, akan membutuhkan banyak lampu, artinya biaya listrik akan tinggi.

Beberapa saran bisa dilakukan untuk menghemat listrik (hemat energi)/menghemat biaya.

Untuk itu gunakan lampu LED bulb atau TL-LED, untuk mengganti lampu CFL. Namun pilih lampu LED yang mempunyai efikasi tinggi dan umur yang panjang, karena belum banyak lampu LED yang efikasinya tinggi dan umurnya panjang.

Lampu LED yang baik saat ini jika efikasinya sekitar 85 lumen/watt (setiap 1 watt menghasilkan cahaya sebesar 85 lumen) keatas dan umurnya 50.000 jam (Palaloi, 2015 Jurnal Ketegalistrikan dan Energi terbarukan).

Sementara itu, efikasi lampu CFL di bawah 60 lumen/watt, umurnya sekitar 8.000 jam.

Untuk ruangan 9 meter tadi, agar mencapai 300 lux dengan 3 lampu CFL, jika diganti dengan lampu LED bulb yang efikasinya 20 persen lebih tinggi, maka jumlah lampu bisa dikurangi atau daya lampu (watt) diturunkan.

Hal ini bisa dilakukan sehingga umur pakai lampu lebih panjang. Dengan demikian konsumsi energi bisa lebih sedikit.

Sebagai tambahan, lampu LED tidak mengandung merkuri, tidak ada efek siklus on/off dan tidak sensitif terhadap kelembapan (Palaloi, 2015).

Meski demikian, masih ada kelemahan dalam spektrum warna cahaya yang masih terputus-putus, belum kontinyu (Kelly Gordon, 2008).

Data lampu harus tertulis di dos lampu, antara lain besarnya daya (watt), kuat cahaya (lumen), umur lampu (jam), dan warna cahaya (daylight, white/putih, warm white/kuning).

Pilih lampu dengan lumen yang paling tinggi, dengan daya yang paling rendah. Jadi jangan lihat lampu hanya dari watt nya saja tapi cari yang watt nya kecil, tapi lumennya tinggi (makin tinggi nilai lumen dan makin rendah daya, maka makin hemat energi.

Jadi setiap akan membeli lampu, lihat data-data ini, maka keinginan untuk memperoleh biaya listrik lebih sedikit, namun tetap sehat secara visual, dan tetap produktif di tengah pandemi dapat tercapai.

 

Endah Setyaningsih
Dosen tetap Program Studi Teknik Elektro Universitas Tarumanagara
(Anggota aktif profesi asosiasi Himpunan Teknik Iluminasi Indonesia/HTII)

https://properti.kompas.com/read/2020/08/14/070000121/tetap-sehat-visual-saat-bekerja-dari-rumah-di-tengah-pandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke