Pasal-pasal yang ada, seperti Pasal 57, hanya menyebutkan bahwa dalam menjalankan pengelolaan, pengelola rusun atau apartemen berhak mendapatkan sejumlah biaya pengelolaan.
Selanjutnya diatur ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan besaran biaya pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) yang membidangi bangunan gedung yakni, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Namun, faktanya ini belum ada atau belum diterbitkan peraturan mengenai standarisasi biaya tersebut," tegas Plt Kepala Keasistenan Utama IV Ombudsman RI Dahlena dalam konferensi virtual, Rabu (5/8/2020).
Dahlena melanjutkan, kekosongan hukum atas tata cara perhitungan besaran biaya pengelolaan dan mekanisme standar berakibat pada beragamnya biaya pengelolaan rusun yang satu dan yang lain.
Dalam menyikapi pengaduan dan keberatan pemilik/penghuni apartemen terkait dengan biaya pengelolaan ini, Pemerintah Daerah (Pemda) tidak memiliki pedoman atau payung hukum atas permasalahan tersebut.
Akibatnya, Pemda tidak dapat membereskan permasalahan yang kerap dihadapi oleh pemilik atau penghuni apartemen.
Oleh sebab itu, Ombudsman menyampaikan saran kepada Pemerintah agar segera menyusun Peraturan Pemerintah (PP) yang dapat menjadi acuan peraturan di tingkat daerah, dalam hal ini tata cara penghitungan besaran biaya pengelolaan.
Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 57 UU Nomor 20 Tahun 2011 yang telah diterbitkan oleh Kementerian PUPR.
Selain itu, Ombudsman juga meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendorong daerah-daerah yang belum memiliki payung hukum tentang rumah susun dan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) untuk segera difasilitasi bersama penyusunan regulasi tersebut.
Terakhir, Ombudsman meminta agar Pemda menerbitkan beberapa aturan, terutama DKi Jakarta sebagai berikut:
1. Norma standar dalam penyusunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (ART) PPSRS yang sedikitnya memuat asas transparansi dan partisipasi serta kewajiban mengundang unsur Pemerintah Daerah dalam Rapat Umum,
2) Penanganan pengaduan tentang sengketa kepengurusan rusun dengan memiliki fungsi identifikasi, telaah masalah, dan mediasi,
3) Pengendalian dan pengawasan terhadap pelaku pembangunan (pengembang) yang tidak bersedia memfasilitasi pembentukan PPSRS, dan
4) Pengendalian terkait dengan pemasaran dan jual beli rusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 11 Tahun 2019.
https://properti.kompas.com/read/2020/08/05/161507221/indonesia-tak-punya-standardisasi-biaya-pengelolaan-apartemen