Hal ini disebabkan karena terdapat tahapan-tahapan yang jelas dalam melakukan proses tersebut, mulai dari perencanaan, persiapan, hingga pelaksanaan.
"Dengan adanya UU Nomor 2 Tahun 2012, kita lihat pembangunan infrastruktur saat ini sudah baik,” kata Himawan dalam siaran pers, Selasa (4/8/2020).
Menurut Himawan, UU Nomor 2 Tahun 2012 dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur, kepentingan proyek Pemerintah, kepentingan usaha, kepentingan umum, dan kepentingan lainnya.
Sebelum terbitnya UU tersebut, pembebasan lahan atau tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum sering menemui kendala.
Dengan UU tersebut, proses perencanaan yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga yang membutuhkan tanah menjadi lebih mudah.
Pada tahap ini, dokumen perencanaan yang baik sejak awal dapat menghasilkan pengadaan tanah yang layak dan adil.
Setelah proses perencanan telah dilakukan, tahap selanjutnya masuk pada persiapan.
Dalam tahapan ini, Pemerintah Daerah (Pemda) menetapkan lokasi yang akan dibebaskan proses pengadaaan tanahnya sebelum masuk ke tahap pelaksanaan.
Terakhir, Kementerian ATR/BPN berperan pada tahapan pelaksanaan melalui Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan (Kantah) di setiap Kabupaten/Kota.
Dalam hal ini, Kantah bekerja sama dengan Pemda setempat untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) dalam memvalidasi data di lapangan.
“Setelah proses itu baru akan dibuat appraisal, bagi yang bisa menerima maka bisa dibayarkan ganti ruginya, bagi yang belum bisa menerima maka dikonsinyasi ke pengadilan. Secara proses alurnya seperti itu sesuai dengan UU yang berlaku,” jelas Himawan.
Himawan berpendapat, untuk membuat investasi menarik harus dimudahkan soal perizinan dan penyiapan tanah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat.
https://properti.kompas.com/read/2020/08/04/152357821/pengadaan-tanah-kerap-terhambat-pemerintah-andalkan-uu-2-2012