Founder dan CEO PT Intiland Development Tbk Hendro S Gondokusumo mengatakan, dalam PPJB tersebut terdapat tiga permasalahan yang dihadapi oleh pengembang.
"Dalam PPJB ini ada tiga masalah," ungkap Hendro dalam webinar, Kamis (23/7/2020).
Pertama, papar Hendro, dalam mendirikan bangunan, pengembang harus memiliki sertipikat hak atas tanah, dan kedua keterbangunan paling sedikit sudah mencapai 20 persen.
Kemudian ketiga, pembeli yang membatalkan pembelian pada saat pemasaran bukan disebabkan kelalaian pengembang, maka developer mengembalikan pembayaran yang telah diterima kepada calon pembeli dengan dapat memotong 10 persen dari pembayaran yang telah diterima.
Hendro mengusulkan izin yang telah diajukan oleh pengembang sudah cukup menjadi bukti untuk memulai pembangunan.
Kedua, keterbangunan paling sedikit sudah mencapai 20 persen dinilai memberatkan bagi pengembang, terutama proyek pembangunan high-rise.
Sebab, dalam membangun proyek high-rise, pengembang mengandalkan pendapatan dari pre-sale (pra penjualan).
"Kalau harus nunggu terbangun, terus tunggu tidak laku. Maka itu menjadi proyek terbengkalai atau tidak bisa diteruskan," tutur Hendro yang sekaligus menjadi Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti itu.
Terakhir, pembatalan properti yang dilakukan pembeli dan pelaku pembangunan hanya berhak memotong 10 persen dari harga transaksi dinilai sangat memberatkan.
Sebab, pengembang telah mengeluarkan uang 100 persen untuk pembangunan properti dan sudah rampung lalu terjadi pembatalan akan sangat merugikan developer.
Menurut Hendro, jika hal tersebut dijalankan akan menyebabkan kebangkrutan perusahaan properti.
Oleh sebab itu, Hendro meminta agar Pemerintah meninjau kembali ketiga permasalahan dari Permen yang telah diterbitkan tersebut.
https://properti.kompas.com/read/2020/07/24/144455221/permen-pupr-11-2019-jadi-polemik-pengembang-minta-ditinjau-ulang