PSAK 72 merupakan pengganti dari PSAK 23 dan 34 yang mengatur terkait pengakuan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan yang telah dilaksanakan sejak awal tahun 2020.
Ketentuan ini membuat pengakuan pendapatan hanya dapat dilakukan setelah unit diserahterimakan. Padahal proyek pengembangan bangunan high rise memerlukan waktu 3-4 tahun.
Sebelumnya, pengembang masih bisa mencatatkan pendapatan secara bertahap meski proses serah terima belum dilakukan.
"Tadinya kami pada tahun pertama dan kedua pembangunan kami sudah ada revenue yang bisa diakui sebagian. Sekarang kami musti tahun keempat baru bisa pendapatan," ujar Herman saat diskusi daring, Kamis (23/7/2020).
Tantangan lain yang dihadapi adalah aturan mengenai Perjanjian Jual Beli (PPJB) Rumah yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 11 Tahun 2019 Tentang tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB) Rumah.
Menurut Permen tersebut, apabila konsumen membatalkan pembelian pada saat pemasaran bukan disebabkan kelalaian pengembang, maka developer mengembalikan pembayaran yang telah diterima kepada calon pembeli dengan dapat memotong 10 persen dari pembayaran yang telah diterima, ditambah atas biaya pajak yang telah diperhitungkan.
Oleh karenanya, Herman meminta Pemerintah untuk mempertimbangkan kembali ketentuan-ketentuan ini.
Sebab, apabila tidak ada kepastian pembelian dari konsumen, maka dapat menimbulkan kesulitan dari sisi pengembang.
Terlebih proyek-proyek properti membutuhkan investasi yang cukup besar dalam jangka waktu yang lama.
"Kami minta dipertimbangkan kembali Permen PUPR 11/2019 mengenai ketentuan pasal yang bisa membuat pembeli melakukan pembatalan," tutur Herman.
https://properti.kompas.com/read/2020/07/24/110000621/pengembang-minta-psak-72-dan-aturan-baru-ppjb-dievaluasi