Basuki mengungkapkan, kedua aset tersebut bernilai Rp 43,6 triliun.
Temuan tersebut tertuang dalam hasil pemeriksanaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan (LK) PUPR Tahun Anggaran (TA) 2018.
Temuan aset berupa tanah dan kendaraan bermotor ini masuk ke dalam salah satu dari 18 jenis temuan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan Kementerian PUPR.
"Aset tetap berupa tanah dan kendaraan bermotor senilai Rp 43,6 triliun pada 30 Satuan Kerja (Satker) ini belum didukung dengan bukti kepemilikan berupa sertifikat dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB)," ucap Basuki dalam Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI, Rabu (15/7/2020).
Basuki menjelaskan, kedua aset tersebut merupakan aset lama yang dimiliki oleh organisasi yang telah berganti organisasi atau dibubarkan.
Meski demikian, pihaknya tetap menelusuri kelengkapan administrasi dari aset-aset tersebut.
Oleh sebab itu, Kementerian PUPR melalui Ditjen Bina Marga (BM), Sumber Daya Air (SDA), serta Perumahan tengah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan pembuatan sertifikat tanah.
Basuki juga menginstruksikan Ditjen BM dan SDA agar melengkapi proses bukti kepemilikan dan dokumen Kendaraan Dinas Operasional (KDO) tersebut.
Adapun, BPK juga menemukan Kelebihan Pembayaran dan Realisasi Belanja Modal TA 2018 senilai Rp 52,8 miliar atau tepatnya Rp 52.861.680.740,30.
Tindaklanjut yang dilakukan adalah Ditjen SDA, BM, dan CK melakukan penyetoran ke Kas Negara terhadap kelebihan pembayaran atas kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi bisnis pekerjaan.
https://properti.kompas.com/read/2020/07/15/163000521/dua-aset-rp-43-6-triliun-picu-kegagalan-kementerian-pupr-raih-opini-wtp