Sementara menurut data Kementerian PPN/Bappenas, sebanyak 56,7 persen penduduk telah melakukan urbanisasi pada tahun ini.
Fenomena urbanisasi yang sangat pesat tersebut memberikan dampak negatif terhadap kawasan perumahan dan permukiman menjadi lebih padat dan cenderung kumuh.
"Semakin lama ini terus naik, mungkin ini tugas berat apakah kita membiarkan yang di desa (permukiman) menurun atau ada program-program lain untuk mengatasi ini," ucap Didiet dalam diskusi virtual, Kamis (9/7/2020).
Mengatasi hal tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggenjot program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) sebagai bagian dari Program Padat Karya Tunai (PKT).
Hal tersebut juga dilakukan untuk mewujudkan perkotaan dan kawasan permukiman yang inklusif, aman, berketahanan, dan berkelanjutan.
Program tersebut merupakan perwujudan dari Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Kemudian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Dan Peraturan Menteri (Permen) PUPR Tahun 2018 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan dan Permukiman Kumuh.
Kotaku sendiri merupakan program perbaikan kualitas kawasan permukiman kumuh di perkotaan melalui pembangunan Infrastruktur Berbasis masyarakat (IBM).
Didiet mengungkapkan, program tersebut menjangkau 34 provinsi di seluruh Indonesia yang dilaksanakan di 269 kabupaten/kota, 11.052 kelurahan, serta 23.656 hektar daerah yang ditetapkan sebagai kawasan kumuh.
Pada tahun ini, program Kotaku diselenggarakan di 364 kelurahan di seluruh Indonesia. Adapun anggaran yang digelontorkan untuk program tersebut sebesar Rp 382 miliar.
Adapun Program Kotaku merupakan kerja sama antara Pemerintah Pusat (Pempus) dan daerah sehingga identifikasi lokasi diputuskan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) setempat.
https://properti.kompas.com/read/2020/07/09/161912521/ini-solusi-pemerintah-atasi-permukiman-padat-dan-kumuh