Oleh sebab itu, Pemerintah sebaiknya terus berusaha untuk menyalurkan dana sebanyak mungkin ke pasar.
"Sayangnya dengan biaya pendanaan (cost of fund) yang masih tinggi seperti saat ini, dunia usaha juga masih ragu untuk memanfaatkannya. Ini sedang terjadi, termasuk di industri infrastruktur," ucap Kris kepada Kompas.com, Selasa (16/6/2020).
Kris mengungkapkan, kondisi tersebut diibaratkan seperti orang yang sedang bergelut mencari likuiditas dan tanpa disadari sebetulnya sedang duduk di tumpukan uang.
Menurut dia, stimulus fiskal maupun moneter saat Pandemi Covid-19 adalah bagian dari upaya untuk menjaga iklim investasi di bidang infrastruktur.
Saat ini, ATI masih terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk meraih dukungan dan realisasi stimulus yang diajukan oleh ATI beberapa waktu lalu.
Ada dua hal yang harus dijaga dalam proyek infrastruktur dalam menghadapi Pandemi Covid-19.
Pertama, likuiditas para operator jalan tol. Akibat turunnya trafik, pendapatan operator jalan tol mengalami penurunan.
Penurunan ini dapat mengganggu arus kas para operator dalam memenuhi kewajibannya, baik untuk biaya operasi, pemenuhan SPM, pengembalian pinjaman, maupun untuk pendanaan belanja modal.
Kedua, menjaga iklim usaha dan keberlangsungan model bisnis KPBU dalam pengadaan infrastruktur di Indonesia.
Menurutnya, tahapan pembentukan KPBU menuju model bisnis yang matang di sektor jalan tol ini harus diselamatkan.
"Pandemi Covid-19 saat ini adalah momentum dan pembuktian apakah Pemerintah terbukti memiliki "political will" untuk bersama menjaga dua aspek dampak pandemi tersebut melalui berbagai stimulus ekonomi, baik fiskal maupun moneter," kata Kris.
Jika tahapan pembuktian tersebut gagal dilakukan oleh Pemerintah dalam waktu segera, pelibatan badan usaha dan swasta di proyek proyek infrastruktur ke depan akan mengalami tantangan yang semakin berat.
https://properti.kompas.com/read/2020/06/16/164047121/ati-proyek-infrastruktur-kpbu-terganjal-likuiditas