Perpanjangan yang diputuskan berlaku mulai Jumat 5 Juni 2020 ini tentu merupakan buah dari sikap kehati-hatian Pemprov DKI Jakarta.
Sebuah sikap yang patut dipuji, karena memang kewaspadaan tidak boleh kendor meskipun angka peningkatan kasus baru Covid-19 di Jakarta terus melandai hingga akhir Mei 2020.
Namun, kita bisa melihat bahwa penurunan ini tidak bersifat Nasional, karena sejumlah daerah seperti Jawa Timur justru mencatatkan lonjakan kasus positif baru Covid-19 yang pesat dengan episentrumnya di Kota Surabaya.
Meski demikian, kita tentu berharap agar jumlah kasus baru Covid-19 lekas turun ke titik nol.
Hal ini agar masyarakat dan dunia bisnis dapat beraktivitas kembali sepenuhnya untuk memulihkan kehidupan dan perekonomian yang anjlok akibat pandemi.
Pemprov DKI Jakarta yang memutuskan Bulan Juni ini akan menjadi fase transisi menuju tahap new normal pun telah menggulirkan sejumlah kebijakan.
Antara lain, kantor dan tempat ibadah kembali dibuka meski dengan kapasitas terbatas.
Begitu pula dengan pusat perbelanjaan, meski sejumlah tenant yang usahanya berefek pada pengumpulan orang dalam jumlah besar seperti pusat kebugaran dan bioskop masih ditunda operasionalnya.
Demikian pula dengan transportasi publik yang meskipun kembali dioperasikan namun dengan pembatasan kapasitas penumpang.
Meski masih mengalami pembatasan, tak bisa dimungkiri, fase transisi ini laksana angin segar bagi masyarakat dan dunia bisnis, khususnya di Jakarta yang selama dua bulan bak ‘dibekap’ aktivitasnya demi memutus rantai penularan virus Covid-19.
Setelah nyaris dua bulan vakum, pebisnis pun harus tancap gas demi mengejar kehilangan kesempatan yang terjadi beberapa waktu lalu.
Karena itu, memasuki fase transisi ke era new normal, pebisnis sebaiknya mulai menyiapkan strategi untuk memaksimalkan pendapatan.
Pada fase transisi ini sangat penting bagi pelaku bisnis untuk menargetkan tingkat pendapatan bisnis, dan secara simultan memotong berbagai biaya agar bisa mendulang laba lebih besar, demi ‘memulihkan’ profit yang hilang selama masa krisis.
Pun demikian, patut diingat bahwa akan terjadi perubahan besar perilaku konsumen pada era new normal.
Konsumen akan lebih berhati-hati ketika mengunjungi pusat perbelanjaan atau pusat-pusat layanan. Kecenderungan lainnya, konsumen akan lebih cenderung menggunakan sarana daring pada saat bertransaksi.
Menyambut kondisi ini, sebisa mungkin pelaku bisnis menunjukkan kepada konsumen perhatian besar dalam merangkul aneka perubahan tersebut.
Strategi yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:
Menyiapkan infrastruktur pendukung bagi karyawan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan pada saat kembali bekerja, seperti perlengkapan alat pelindung diri (APD) baik petugas layanan maupun di titik-titik pembayaran seperti di kasir.
Menerapkan protokol kesehatan dan keamanan untuk konsumen yang akan mengunjungi lokasi bisnis Anda.
Di antaranya dengan mengecek suhu tubuh dan mewajibkan penggunaan masker serta menggunakan hand sanitizer atau mencuci tangan sebelum memasuki pusat layanan,
Menggelar beragam program yang dapat memberikan insentif kepada pengunjung untuk membeli lebih banyak.
Mempromosikanbisnis daring atau layanan pesan antar, maupun mendorong pelanggan untuk melakukan pembelian jasa titip atau gift bagi teman dekat serta keluarga mereka.
Mengoptimalkan performa kanal-kanal penjualan daring agar bisa memaksimalkan penjualan.
Mencari sumber-sumber alternatif untuk menggantikan pendapatan bisnis yang hilang selama ini.
Pada akhirnya, para pebisnis melihat masa transisi ini sebagai kesempatan emas untuk memulai proses pemulihan dari bisnis mereka yang sempat melambat dan bahkan terhenti pada saat krisis.
Oleh karena itu, patut saya tekankan sekali lagi, sangatlah penting untuk menyusun segera infrastruktur-infrastruktur bisnis yang dibutuhkan agar usaha Anda bisa melompat lebih tinggi lagi ketika memasuki era new normal.
Selamat berstrategi dan berbisnis kembali.
https://properti.kompas.com/read/2020/06/09/162255521/ragam-strategi-di-fase-transisi-new-normal