Dengan ditandatanganinya PP ini, maka Badan Pengelola (BP) Tapera bisa segera beroperasi.
Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengatakan, program ini bertujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan layak dan terjangkau bagi peserta.
"Selain itu, penyelenggaraan program Tapera diperuntukkan bagi seluruh segmen pekerja dengan asas gotong royong," kata Adi.
Akan tetapi, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menilai, Pemerintah belum sepenuhnya mendengarkan kritik yang selama ini disampaikan oleh pengusaha maupun pengamat.
"Hampir tidak ada perubahan dari awal terbentuknya Tapera," ucap Ali dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Kamis (4/6/2020).
Dia menyebut, Tapera berpotensi menambah beban pengusaha di samping BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan lainnya.
Meski aturan iuran bagi pengusaha sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen, dia menyebut banyak pekerja yang menolak.
"Sehingga beban keseluruhan menjadi beban pengusaha," tutur dia.
Ali menyarankan, Pemerintah seharusnya memanfaatkan lembaga yang sudah ada dengan sistem satu iuran.
Iuran tersebut kemudian dibagi untuk beberapa sektor, seperti kesehatan, pendidikan, pensiun, dan perumahan. Dengan cara ini, pengusaha tidak perlu dibebani iuran berbeda.
Kemudian mengenai sebagian modal Tapera yang bersumber dari dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), menurutnya merupakan bentuk ketidaksepahaman Pemerintah.
Ali menilai, konsep Tapera dan FLPP tidak bisa disamakan. Sumber dana FLPP sendiri berasal dari Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN).
Sedangkan dana Tapera berasal dari iuran masyarakat.
Konsep Tapera yang disebut gotong royong pun dinilai tidak bermanfaat bagi pekerja yang sudah memiliki rumah.
Ini karena dana hanya digunakan untuk membantu golongan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) memperoleh rumah.
"Sedangkan golongan menengah pun mempunyai hak juga untuk mempunyai rumah," ujar Ali.
https://properti.kompas.com/read/2020/06/04/174023721/soal-pp-tapera-pemerintah-dinilai-tidak-mendengarkan-kritik