Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengaturan Transportasi Umum Saat "New Normal"

JAKARTA, KOMPAS.com - Penerapan kelaziman baru (new norma) untuk memulihkan ekonomi Indonesia  akan segera dilaksanakan pada Juni mendatang. 

Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekomonomian telah menciptakan skenario pengoperasian kembali sejumlah sektor ekonomi.

Pada 1 Juni 2020 operasional industri dan jasa bisnis ke bisnis (B2B) akan mulai beroperasi kembali dengan tetap menerapkan social distancing.

Kemudian pada 8 Juni 2020, toko, pasar, dan mal juga sudah diperbolehkan beroperasi kembali.

Pada 15 Juni 2020, tempat-tempat kebudayaan dan sekolah mulai dibuka kembali dengan tetap menerapkan social distancing dan beberapa penyesuaian.

Selanjutnya 6 Juli 2020, dilakukan evaluasi pembukaan restoran hingga tempat ibadah.

Adapun pada 20 Juli dan 27 Juli 2020, akan ada evaluasi secara menyeluruh dan pada akhir Juli atau awal Agustus 2020 diharapkan seluruh kegiatan ekonomi sudah dapat beroperasi dengan normal.

Penerapan pengoperasian ekonomi ini dipastikan akan menggerakkan banyak orang untuk keluar rumah dan memunginkan terjadinya kepadatan sehingga memperbesar peluang penyebaran Covid-19.

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno mengatakan permasalahan penerapan new normal bukan pada pemberlakuan protokol kesehatan seperti cek suhu tubuh, hand sanitizier, dan masker, melainkan bagaimana masyarakat bertransportasi.

Kemacetan diprediksi akan lebih parah daripada sebelum pandemi. Hal ini karena masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi sepeda motor atau mobil akan menghindari angkutan umum massal.

Padahal, salah satu solusi kepadatan adalah penggunaan angkutan umum. 

Lantas, bagaimana kemampuan kapasitas angkutan umum massal dapat menjamin terlaksananya physicall distancing terutama pada jam-jam sibuk?

"Kalau kebiasaan baru (new normal) semuanya masuk kerja dengan jadwal seperti kondisi sebelum pandemi bisa dipastikan kapasitas angkutan umum massal di Jabodetabek tidak dapat menjamin pelaksanaan physicall distancing,"  tutur Djoko dalam siaran resmi yang diterima Kompas.com, Minggu (31/5/2020).

Menurut Djoko, penambahan kapasitas angkutan umum pada jam-jam sibuk dengan penumpang yang setara pada masa sebelum pandemi sangat sulit.

Djoko mencontohkan penerapan penambahan kapasitas penumpang di KRL pada jam-jam sibuk.

Penambahan kapasitas di KRL sangat sulit dilakukan untuk menerapkan peraturan maksimal 35 persen tiap gerbong.

Pasalnya, untuk mengangkut 50 persen penumpang saja, kemungkinan besar KRL sudah merasa sangat berat dan penerapan jaga jarak akan sulit dilakukan.

Apabila menggunakan angkutan umum massal seperti bus, Djoko berharap pemerintah dapat memastikan besaran tarif bus sesuai dengan tarif KRL.

"Namun siapa yang ingin bersubsidi? Selain itu waktu tempuh pasti akan lebih lama daripada naik KRL," lanjutnya.

Tak hanya itu, Djoko juga mempertanyakan kebijakan ganjil genap apakah masih tetap dilaksanakan atau untuk sementara ditiadakan.

Jika tetap dilaksanakan pemerintah harus mampu memenuhi ketersediaan angkutan umum yang memadai untuk physicall distancing.

Apabila tidak, maka kebijakan ganjil genap potensial dipermasalahkan publik.

"Jadi pada masa new normal, tidak seharusnya masyarakat kembali kerja ke kantor seperti sebelum pandemi. Bagi mereka yang memungkinkan untuk bekerja dari rumah, tetap WFH atau minimal ada pengurangan kehadiran ke kantor," ucap Djoko.

Djoko berharap sektor yang menuntut pekerja harus datang ke tempat kerja, perlu mengatur jadwal kerjanya sehingga pergerakan orang dapat lebih bervariasi agar tidak menumpuk.

"Sebab sumber permasalahan bukan di sektor transportasinya namun pada bagaimana pengaturan kegiatan manusianya," tutupnya.

https://properti.kompas.com/read/2020/05/31/164524021/pengaturan-transportasi-umum-saat-new-normal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke