Oleh karenanya, Ketua Umum Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja mengajak asosiasi pengembang lainnya untuk melakukan pendekatan ke Pemerintah.
Endang menambahkan, seluruh asosiasi pengembang perlu bersama-sama mengusulkan skema khusus pandemi.
Langkah ini bertujuan untuk memperpanjang napas bisnis pengembang serta nasabah.
"Ini yang saya rasa kita para asosiasi harus bersama dan bersatu, bertindak melobi Pemerintah supaya skema ini bisa dilahirkan," kata Endang dalam konferensi video, Rabu (2/5/2020).
Selain itu, dia juga mengajak himpunan pengembang untuk melakukan pendekatan kepada perbankan.
Untuk melakukan pendekatan kepada perbankan, asosiasi bisa menawarkan skema relaksasi dan restrukturisasi baik kredit pengembang maupun nasabah.
"Kita memerlukan mungkin dua arah yaitu pendekatan kepada bank, kedua pendekatan kepada pemerintah," ujar Endang
Sebelumnya, asosiasi pengembang seperti Real Estat Indonesia (REI) meminta restrukturisasi pembayaran pokok dan bunga kredit bagi developer.
Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida menyampaikan, pengembang juga meminta beberapa hal, seperti restrukturisasi pembayaran cicilan pokok dan bunga selama 6-12 bulan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Skema lain yang ditawarkan REI di antaranya adalah, relaksasi untuk calon nasabah non-fixed income atau pegawai kontrak agar pengajuan keduanya dapat diterima dengan catatan tertentu.
Kemudian keringanan suku bunga kredit konstruksi yang lebih rendah tiga persen kepada pengembang yang membangun perumahan untuk MBR.
Senada dengan Totok, Endang juga mengusulkan adanya restrukturisasi. Jumlah cicilan yang tertunda bisa direalokasikan ke pembayaran periode berikutnya pasca-pandemi.
Selanjutnya, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) tidak lagi dibebankan ke pengembang selama pandemi.
Ia mengingatkan masih ada Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) yang bisa menjadi alternatif untuk menanggulangi NPL.
Himperra juga mengusulkan adanya partisipasi BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK), khususnya bagi debitur yang terkenda dampak akibat pandemi.
Menurut Endang, aset debitur yang berada di BPJS-TK dapat dicairkan. Dengan demikian, debitur yang terdampak pandemi dapat mempertahanankan kreditnya.
Gagasan ini diusulkan lantaran 70 persen dari total jumlah debitur merupakan anggota BPJS-TK.
https://properti.kompas.com/read/2020/05/21/100000821/himperra-ajak-pengembang-tawarkan-solusi-pandemi-kepada-pemerintah