Kendati demikian, pada faktanya proses pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur, sering kali terkendala ketika memasuki tahap pembebasan.
Oleh karena itu, dibutuhkan dokumen perencanaan yang baik sejak awal untuk dapat menghasilkan pengadaan tanah layak dan adil.
Menurut Arie, terkendalanya pengadaan tanah karena masih ada pemahaman yang kurang dari masyarakat.
Padahal, hal itu sudah tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Regulasi ini menjelaskan bahwa pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Arie Yuriwin mengungkapkan hal itu kepada Kompas.com, Minggu (17/5/2020).
"Dalam UU ini pengadaan tanah adalah untuk kepentingan umum, artinya penyediaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak," tutur Arie.
Selain itu, juga masih terdapat masalah dalam pengusulan dokumen perencanaannya.
"Ditambah lagi belum terdapat peta rencana pengadaan tanah yang terintegrasi dengan peta tata ruang Kabupaten/Kota maupun Provinsi," kata Arie.
Pada tahap perencanaan atau persiapan sudah harus diketahui persis, dan harus disiapkan lahan untuk penyesuaian kembali bagi warga yang setuju atas rencana pengadaan tanah.
Jika proses pengadaan tanah sudah diketahui sejak awal, maka apabila terjadi suatu permasalahan di kemudian hari dapat diselesaikan dengan baik.
Dalam proses pengadaan tanah, dokumen perencanaan adalah hal yang penting untuk diperhatikan.
Dari hasil evaluasi Kementerian ATR/BPN selama ini, masih ada dokumen perencanaan yang kurang sehingga dalam pelaksanaannya dokumen perencanaan jauh berbeda dengan hasil pelaksanaan.
"Solusi untuk menuju pengadaan tanah yang berkualitas pada tahap awal, maka dibutuhkan sebuah dokumen perencanaan yang tersusun secara baik dan rinci sehingga dapat menjadi pedoman bagi panitia pengadaan tanah," tutur Arie.
Hingga 2019 lalu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat capaian pengadaan tanah untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) seluas 38.000 hektar, sementara untuk Non-PSN sekitar 3.371 hektar.
Arie mengatakan, pencapaian pengadaan tanah untuk PSN meliputi pembangunan jalan tol, rel kereta api, irigasi, hingga bendungan.
Rinciannya, untuk pembangunan 60 ruas jalan tol seluas 16.582 hektar, 16 jaringan rel kereta api seluas 728,6 hektar, 12 proyek irigasi seluas 768,02 hektar, 26 proyek bendungan seluas 7.946 hektar.
KementerianATR/BPN juga mengadakan tanah untuk proyek-proyek lain seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Pos Lintas Batas Negara (PLBN), dukungan energi listrik, dan kilang minyak.
Pengadaan tanah untuk dua proyek KEK seluas 8.183 hektar, satu proyek pembangunan PLBN seluas 50,2 hektar, 13 proyek infrastruktur kelistrikan seluas 4,131 hektar dan satu proyek kilang minyak seluas 43,01 hektar, juga tuntas diselesaikan.
https://properti.kompas.com/read/2020/05/17/171622521/meski-terkendala-pengadaan-tanah-psn-tembus-38000-hektar-dan-non-psn-3371