JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 berdampak luas terhadap semua sektor, termasuk properti. Kesulitan penjualan dan potensi penurunan profit pun tidak bisa dihindari para pengembang.
Penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berujung pada pembatasan mobilitas, dan transportasi memaksa situasi sosial lebih sulit.
Akibatnya banyak terjadi pemangkasan gaji, pemutusan hubungan kerja (PHK), pengurangan produksi, pemberhentian operasi perusahaan, penyetopan proyek, dan lain sebaginya.
Tentu saja, masyarakat lebih mengutamakan kebutuhan sehari-hari dan memilih menunda untuk membeli properti.
Isu-isu tersebut mengakibatkan perbankan mulai memperketat penyaluran kredit untuk menjaga kualitas aset.
Selain itu, potensi tingkat pembatalan pembelian unit properti pun akan meningkat seiring munculnya isukeamanan, pemotongan gaji dan pengetatan kredit.
Karena itu, banyak pengembang akhirnya memutuskan untuk lebih fokus pada pengembangan pemasaran daring, ketimbang pemasaran konvensional.
Tujuannya, agar produksi properti tetap berjalan dan sektor properti terselamatkan. Hal ini karena sektor properti melibatkan 177 industri terkait, seperti industri semen, cat, besi, baja, keramik, saniter, dan lain sebagainya.
PT Ciputra Residence, contohnya, yang sudah mengintensifkan pemasaran digital dalam kurun tiga tahun terakhir.
Meski pada masa Pandemi Covid-19 mampu menjual produk baru senilai Rp 55 miliar dalam sehari, tetap saja belum mampu menyaingi pencapaian saat sebelum krisis.
Namun, menurut Marketing Director Ciputra Residence Yance Onggo penerapan pemasaran digital adalah cara tepat yang dapat ditempuh saat krisis.
"Strategi kami adalah mengoptimalkan tim sistem pemasaran agar tetap inovatif dan adaptif terhadap teknologi untuk melakukan penjualan baru, dan menyiapkan produk baru yang disiapkan di situasi new normal ini," ujar Yance dalam konferensi pers Rabu (13/5/2020).
Ciputra menerapkan beberapa strategi dalam penjualan secara daring. Namun, sebelum melakukan pemasaran digital, ada beberapa hal yang perlu dilakukan.
Pertama, pengamatan pasar, menyesuaikan kebutuhan pasar, melihat peluang dan menerapkan diskon atau promo untuk rumah-rumah yang siap huni.
“Pasar itu ada tiga hal, yang beli karena butuh, karena ingin dan karena murah. Jadi, kalau produk portofolio yang kami sediakan memenuhi itu, permintaan akan ada terus," ucap Yance.
Sejatinya, terdapat peluang dalam keadaan pandemi ini. Meskipun captive market menurun namun para konsumen di segmen menengah ke bawah masih punya potensi membeli unit-unit properti baru.
Kedua, matangkan sistem dan memastikan brand pengembang memiliki reputasi yang baik.
"Karena ini beli rumah secara online, brand harus dipercaya, karena lewat pembayarannya secara virtual, dan pemilihan unit juga online sehingga tidak boleh ribet," imbuh dia.
Dengan strategi ini, Ciputra Residence mampu membukukan penjualan positif untuk hunian menengah kebawah dengan harga maksimal hingga Rp 500 juta, dan hunian menengah ke atas dengan harga Rp 2 miliar hingga Rp 4 miliar.
Dalam penjualan tersebut, Ciputra Residence mengantongi Rp 130 miliar dari hasil penjualan 516 unit segmen menengah ke bawah.
Sementara di segmen menengah ke atas, mereka meraup penjualan Rp 55 miliar meskipun pasarnya tidak sebanyak menengah ke bawah karena lebih segmented.
Yance optimistis, peluangtak hanya terdapat di pasar low to end seperti Citra Maja Raya, melainkan juga di segmen menengah atas seperti Citra Garden Puri Jakarta.
https://properti.kompas.com/read/2020/05/13/154425421/ini-jurus-ciputra-hadapi-krisis-covid-19