Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (Dirjen PPRPT) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Budi Situmorang mengatakan, Perpres tersebut mengatur pemanfaatan ruang fungsional kawasan yang memiliki kepentingan Nasional.
Kawasan tersebut mencakup Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur atau yang disingkat Jabodetabek-Punjur.
Kawasan perkotaan Jadeboetabek-Punjur merupakan Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan ekonomi yang terdiri atas Kawasan Perkotaan Inti dan Kawasan Perkotaan Sekitarnya.
Wilayah-wilayah itu nantinya membentuk sebuah Kawasan Metropolitan.
"Yang diatur adalah semua kepentingan Nasional terutama pertumbuhan ekonomi dan perkotaan di wilayah tersebut," kata Budi kepada Kompas.com, Kamis (7/5/2020).
Menurut Budi, dengan Perpres itu diharapkan akan ada sinergi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten atau kota yang berada di kawasan tersebut.
"Terutama dalam batasan daya dukung lingkungan yang semakin rentan," tutur dia.
Pengamat Perkotaan serta Dosen Teknik Planologi Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Triaskti Yayat Supriatna menambahkan Perpres ini menegaskan Jadebotabek-Punjur sebagai sebuah kawasan perkotaan.
Ini artinya akan terjadi reformasi dalam konteks penataan ruang.
Menurutnya, beberapa daerah di Jadebotabek akan mengalami proses perubahan fungsi kegiatan menuju kegiatan non-pertanian.
"Misalnya bagaimana nanti beberapa area kawasan pertanian itu mungkin di dalam rencana tata ruang beberapa daerah ada kemungkinan akan hilang. Kecuali untuk lahan area pertanian pangan berkelanjutan," ujar Yayat.
Dia juga menekankan, inti dari Perpres tersebut adalah tidak adanya daerah penyangga. Dengan demikian, wilayah-wilayah tersebut kini dianggap sebagai satu kesatuan.
Hal ini bisa membuat Jakarta melakukan redistribusi fungsi kegiatan ke daerah lainnya. Dengan demikian, berlakunya Perpres tersebut berpotensi memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengembangkan wilayahnya.
Pasalnya, di dalam Perpres, tercantum struktur pelayanan jaringan transportasi, baik yang berbasis rel maupun jalan yang menyebar ke wilayah sekitar.
Jaringan transportasi itu dapat menyebarkan fungsi kegiatan ke daerah lainnya.
"Artinya di sini dengan ada jaringan jalan, jaringan kereta yang main menyebar, tol makin menyebar, itu artinya ada potensi dan kesempatan daerah untuk membangun daerahnya," imbuh Yayat.
Tetapi masalahnya, menurut Yayat, redistribusi fungsi kegiatan tersebut akan membuat penduduk di kota-kota sekitar Jakarta bertambah.
Bertambahnya penduduk berarti juga meningkatkan beban pemerintah setempat menyediakan air bersih, perumahan, dan fasilitas perkotaan.
"Jadi yang jadi masalah adalah di seluruh wilayah Jabodetabek ini ada daerah yang punya duit dan ada daerah yang enggak punya duit. Kemampuannya berbeda," tutur dia.
Beban dan tanggung jawab pembangunan inilah yang dinilai Yayat menjadi implikasi dari adanya Perpres tersebut.
Pemerintah selain melaksanakan pembangunan juga perlu memikirkan ketimpangan yang terjadi antara daerah satu dengan daerah lainnya.
Selain itu, dengan masifnya pembangunan perkotaan di wilayah-wilayah sekitar ibu kota, maka konsep pembangunan wilayahnya pun harus diperhatikan.
Yayat menyarankan, pembangunan daerah-daerah tersebut sebaiknya menerapkan konsep zero run off atau membuat aliran air hujan tidak tidak dialirkan namun dimasukkan ke dalam tanah.
Dia menambahkan, konsep ini perlu diaplikasikan agar wilayah perkotaan baru nanti bebas dari banjir mengingat wilayah Jakarta merupakan daerah hilir sementara area lainnya berada di wilayah hulu.
"Khususnya dengan kota atau kabupaten yang menjadi kesatuan wilayah di daerah aliran sungai dengan Jakarta," tuntas Yayat.
https://properti.kompas.com/read/2020/05/08/080000621/perpres-jabodetabek-punjur-dorong-reformasi-penataan-ruang