Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Covid-19, "The X Factor" yang Bikin Sektor Properti Luluh Lantak

Padahal, sejumlah stimulus dalam bentuk Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) telah digulirkan, merespons dinamika pasar.

Sebut saja PKE XIII yang terkait sejumlah perizinan untuk membangun perumahan, relaksasi loan to value (LTV), pemangkasan suku bunga, dan juga stimulus lainnya.

Bahkan, saat Pandemi Covid-19 makin meluas yang menambah beban sektor dengan 177 industri ikutan ini, stimulus berupa subsidi selisih bunga dan subsidi uang muka ikut dikucurkan.

Tambahan subsidi dengan nilai total Rp 1,5 triliun ini, untuk kuota sebanyak 175.000 unit rumah tahun 2020.

Tak cukup di situ, pemerintah juga menerbitkan stimulus fiskal untuk sektor properti dengan 3 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai revisi atas PMK Nomor 23 Tahun 2020.

Namun tetap saja hal ini dipandang belum dapat mendongkrak sektor properti bangkit dari keterpurukan.

CEO Leads Property Indoensia Hendra Hartono mengakui, pandemi Covid-19 telah berdampak demikian luas pada masyarakat dan bisnis properti.

"Pasar keuangan jatuh, pembatasan berbagai kegiatan publik dan bisnis menciptakan krisis kemanusiaan dan keuangan yang telah menyebabkan kepanikan dan potensi resesi," kata Hendra kepada Kompas.com, Minggu (26/4/2020).

Banyak pebisnis properti kemudian mengadopsi pendekatan efisiensi biaya untuk bertahan, sementara sebagian lainnya menyetop bisnis mereka untuk sementara waktu.

Sejumlah subsektor properti, baik perkantoran, perumahan, apartemen, ritel, kawasan industri, dan terutama perhotelan mengalami pukulan paling keras.

Hal ini karena perhotelan ditopang penuh oleh industri pariwisata yang lebih dulu rontok sejak akhir 2019.

Indonesia sendiri merupakan salah satu pemain penting dalam pariwisata internasional.

Hingga akhir tahun lalu, jumlah kunjungan turis asing tercatat mencapai 16,1 juta orang, sementara kunjungan wisatawan lokal ke mancanegara sekitar 10 juta orang.

Hal ini didukung oleh Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang menerima kedatangan turis asing sebanyak 2,4 juta wistawan, atau terbesar kedua setelah Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, dengan pencapaian 6,2 juta wisatawan luar negeri.

Jika dikumulasikan secara total dengan wisatawan domestik, Bandara Soekarno-Hatta mencatat kedatangan 54 juta penumpang.

Lantas bagaimana kondisi properti Jakarta setelah Pandemi Covid-19 makin meluas?

Jumlah kasus Covid-19 di Jakarta terus meningkat tajam sejak deteksi pertama pada 2 Maret 2020.

Dengan mobilitas yang demikian tinggi, tak aneh bahwa pada akhirnya pada Kuartal I-2020, Jakarta menjadi kontributor kasus Covid-19 terbanyak.

Oleh karena itu, Jakarta telah dianggap sebagai pusat penyebaran lokal. Sebagai tanggapan terhadap krisis tersebut, pemerintah telah mengadopsi serangkaian tindakan darurat untuk mengendalikan wabah.

Antara lain penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan imbauan bekerja dari rumah atau work from home (WFH).

Kebijakan ini untuk mengarahkan masyarakat agar melakukan pembatasan fisik atau physical distancing guna melindungi diri mereka.

Hanya beberapa sektor bisnis yang sangat dibolehkan oleh pemerintah untuk beroperasi dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat selama pandemi.

Hal ini terjadi menyusul pembatasan perjalanan di dalam negeri, persyaratan karantina bagi pengunjung asing, serta pembatalan kamar dan kegiatan meeting, incentives, convention and exhibition (MICE).

Akibatnya, tingkat hunian hotel turun signifikan menjadi hanya 20 persen-30 persen, dan diperkirakan akan terus menurun jika pandemi berlanjut.

Karena kondisi ini, beberapa hotel telah menutup bisnis mereka sementara waktu dan telah melakukan aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.

Sedangkan sektor ritel diguncang banyaknya pusat perbelanjaan dan gerai ritel yang memperpendek jam operasinya.

Sebagian lagi bahkan menutup sementara operasinya, kecuali untuk beberapa bisnis ritel tertentu seperti toko obat, toko kelontong, supermarket, hypermarket dan sejenisnya yang dapat terus beroperasi.

Hendra menjelaskan, kondisi demikian telah memicu aktivitas perdagangan daring atau e-commerce sebagai alternatif untuk mendapatkan barang.

"Para peritel telah mempertimbangkan kembali untuk perpanjangan sewa karena mereka akan menderita kerugian tahun ini," imbuh Hendra.

Penurunan kinerja juga terjadi di subsektor perkantoran, menyusul imbauan karyawan bekerja dari rumah (WFH). 

Beberapa perusahaan mungkin telah menunda atau membatalkan rencana mereka untuk memperluas dan merelokasi aktivitasnya, karena pengelola gedung menetapkan tarif yang tidak bisa lagi dijangkau perusahaan.

"Renegosiasi untuk periode bebas sewa mungkin menjadi cara terbaik," kata Hendra.

Oleh karena itu, pengembang mengalami kesulitan dalam menjual produk mereka. Calon pembeli yang juga mengalami pemotongan gaji mungkin telah menunda niat mereka untuk membeli rumah,

Sedangkan di subsektor industri, perusahaan cenderung lebih konservatif melakukan ekspansi bisnis.

Beberapa perusahaan seperti industri non-makanan dan industri yang tidak memiliki korelasi dengan produk kesehatan diperkirakan akan mengalami perlambatan karena permintaan yang  terus menurun.

Karena tidak ada kepastian mengenai akhir pandemi, pemerintah kemudian merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2020 menjadi antara 2,0 persen hingga 2,5 persen per tahun atau terendah sejak krisis 1998.

Mempertimbangkan angka tersebut, banyak sektor bisnis harus mengantisipasi penurunan kinerja signifikan.

Oleh karena itu, mereka perlu melakukan tindakan balasan untuk mempertahankan bisnis.

https://properti.kompas.com/read/2020/04/27/224722321/covid-19-the-x-factor-yang-bikin-sektor-properti-luluh-lantak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke