Jakarta mengawalinya melalui Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 tentang PSBB di Jakarta.
Tak lama kemudian, usulan PSBB di beberapa daerah pun disetujui, yaitu Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang dan Kota Pekanbaru.
Namun, usulan PSBB untuk Kabupaten Mimika, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Sorong, Kota Palangkaraya, dan Kabupaten Rotendao, ditunda.
Hal ini karena kelima daerah tersebut belum masuk dalam kriteria yang ditetapkan dalam PMK Nomor 9 Tahun 2020.
Khusus Jakarta, ada sejumlah poin penting dan menarik dibahas. Di antaranya, pasal 5 ayat 4 Pergub DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020.
Aturan ini menyatakan bahwa pembatasan aktivitas luar rumah dalam pelaksanaan PSBB meliputi hal-hal berikut::
Adapun kegiatan-kegiatan berikut ini dikecualikan dari pembatasan aktivitas di luar rumah.
PSBB Jakarta dimulai pada 10 April 2020 selama dua pekan dan dapat diperpanjang. Sementara, PSBB di Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi dimulai pada 15 April 2020.
Adapun PSBB di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan dimulai pada 18 April 2020.
Dengan demikian, setidaknya episentrum penyebaran Covid-19 di Indonesia, yaitu kawasan Jadebotabek, telah diizinkan menerapkan PSBB.
Kita semua menyadari bahwa virus tidak bergerak sendiri namun melalui manusia yang telah terinfeksi saat menyentuh orang lain, menyentuh permukaan yang sering disentuh orang lain (tuas pintu, tombol lifta, dan lain-lain), bersin/batuk, dan lain sebagainya.
Oleh sebab itu, bagi yang berkegiatan di luar rumah diimbau untuk tetap dapat menjaga jarak fisik (physical distancing), menggunakan masker, dan sering mencuci tangan dengan sabun selama minimal 20 detik.
Dalam konteks menjaga jarak fisik ini, pada titik-titik pemantauan PSBB dilakukan pengawasan terhadap beberapa hal:
a. Pembatasan okupansi kendaraan maksimal 50 persen dari kapasitas kendaraan. Contoh mobil berkapasitas 4-5 orang hanya bisa digunakan 1 pengemudi dan 1 penumpang yang duduk di belakang.
Pengemudi sepeda motor dilarang membocengkan penumpang kecuali memiliki kartu identitas dengan alamat sama.
b. Pengguna jalan dan sarana/prasarana transportasi dipastikan menggunakan masker dengan benar
c. Posisi antre masuk gerbang stasiun/halte yang memenuhi persyaratan jaga jarak
d. Posisi duduk dan berdiri di angkutan umum baik berbasis jalan raya maupun rel yang memenuhi persyaratan jaga jarak. Okupansi kendaraan maksimal 50 persen dari kapasitas kendaraan.
Saya melihat bahwa penegakkan hukum PSBB ini hampir mustahil dilakukan. Tidakkah kita ingat bahwa penerapan three-in-one dan ganjil-genap pun sulit karena hanya mengandalkan pengamatan manual petugas.
Bukankah menegakkan ketentuan jaga jarak fisik di kendaraan tentu lebih sulit dan menyita energi dan waktu petugas?
Belum lagi mengawasi penggunaan masker, dan memeriksa kesamaan alamat kartu identitas pengemudi sepeda motor yang penumpang yang dibonceng.
Karena terjadi pembatasan jam operasional Transjakarta, dan KRL dari pukul 06.00 hingga 18.00 WIB, maka sebagian pengguna angkutan umum juga pindah ke angkutan pribadi.
Dapat dibayangkan tambahan beban petugas untuk razia kendaraan. Hal ini mengakibatkan penegakkan hukum di atas menjadi lebih sulit.
Di sisi lain, ternyata pengguna KRL dan Transjakarta masih sangat banyak dan menyulitkan penerapan prinsip jaga jarak fisik.
Timbul pertanyaan mengenai keberhasilan PSBB menekan penyebaran virus Covid-19. Sementara di sisi lain, kebutuhan transportasi masih sangat tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa pada masa PSBB, pembatasan aktivitas di Jakarta masih jauh dari cukup.
Terlalu banyak sektor yang dikecualikan dari pembatasan aktivitas di luar rumah. Sektor konstruksi, misalnya, dapat melibatkan banyak subsektor.
Mulai dari pemasok campuran beton hingga keramik lantai, dari buruh konstruksi hingga manajer supervisi.
Tidak terbayangkan kebutuhan angkutan untuk mobilisasi orang dan barang tersebut. Saya berkesempatan mendapatkan gambar-gambar di lapangan dari seorang rekan yang bekerja di bidang bor pile.
Luar biasa upaya yang bersangkutan untuk menjaga jarak di antara para buruh konstruksi yang terlibat.
Terdapat pula fasilitas cuci tangan yang mudah dijangkau. Makan siang disiapkan agar para buruh konstruksi tidak harus berkeliaran mencari makan siang. Mengapa para buruh konstruksi semangat bekerja?
Saat tulisan ini disiapkan menjelang Ramadhan, sebagian buruh harian yang pekerjaannya membutuhkan energi besar, memilih untuk konsentrasi beribadah.
Sebelumnya mereka harus kerja keras untuk kompensasi saat tidak bekerja. Syukur-syukur masih tersisa untuk hari raya.
Namun, sebenarnya jika bicara mengenai urgensi pelayanan publik saat pandemi ini, sektor energi dan teknologi informasi jauh lebih penting untuk tetap dapat beroperasi guna mendukung program bekerja dari rumah.
Sementara industri strategis seperti pertahanan, pesawat terbang, dan lain-lain mungkin bisa ditunda produksinya.
Bisnis yang dikecualikan
Saya sebetulnya agak bingung dengan dikecualikannya bisnis perhotelan dalam PSBB. Pada saat kita membatasi aktivitas manusia, seharusnya perjalanan bisnis yang membutuhkan hotel menjadi minimal.
Oleh karena itu, tindakan Pemda DKI Jakarta dan Pemda Jawa Tengah yang memanfaatkan sejumlah hotel guna menangani Pandemi Covid-19.
Pemda DKI Jakarta mengubah fungsi sejumlah hotel menjadi hunian para dokter, perawat dan paramedis lainnya.
Untuk antar jemput mereka ke rumah sakit digunakan bus sekolah yang memang sedang tidak beroperasi.
Pemda Jawa Tengah menyiapkan sebuah hotel BUMD untuk prasarana isolasi bagi 46 dokter, perawat dan paramedis lainnya yang positif terinfiksi Covid-19.
Demikian halnya dengan sektor perbankan, yang pasti sudah memiliki skema minimalis untuk pelayanan nasabah dengan transaksi non-daring.
Misalnya membatasi cabang yang buka, menggilir tenaga teller yang melayani, rangkap tugas kepala cabang sebagai customer service dan sebagainya.
Sementara di sektor lain aktivitas bisnis masih relatif dapat dikendalikan, tidak demikian halnya dengan sektor informal.
Banyak cerita belum cairnya jaring pengaman sosial yang diberikan kepada, terutama para pengemudi angkutan umum.
Menurut data Organda di Jakarta, terdapat 29.760 pengemudi mikrolet yang belum dapat menerima bantuan hanya karena tidak memiliki NPWP dan nomor BPJS sebagai salah satu syarat administratif. Padahal tidak semua dari mereka memiliki persyaratan itu.
Cerita memprihatinkan juga datang dari rekan penyandang disabilitas. Tidak sedikit dari mereka luput mendapatkan bantuan dari dinas sosial karena masalah perbedaan basis data penyandang disabilitas.
Jika jaring pengaman sosial ini tidak cepat didistribusikan dengan tepat maka problem nyata telah mulai kita lihat.
Pertama gerakan mudik lebih awal dari kota-kota besar yang merupakan episentrum penyebaran Covid-19 ke daerah asalnya karena tidak mampu lagi bertahan hidup di kota.
Kedua, tingkat kriminalitas meningkat, yang dipicu kasus pemutusan hubungan kerja, dan makin banyaknya pengangguran.
Singkat kata, kita perlu menyeleksi aktivitas luar rumah yang diperbolehkan berlangsung selama PSBB.
Jangka waktu penerapan PSBB dimodelkan secara cermat oleh para ahli epidemiologi dengan berbagai skenario tingkat ketaatan, sehingga masyarakat punya optimisme sekaligus kejelasan dalam menghadapi pandemi ini.
Dengan demikian dukungan masyarakat semakin baik serta petugas yang semula banyak dikerahkan mengawasi kepatuhan terhadap PSBB dapat terlibat dalam kegiatan-kegiatan lain yang lebih bermanfaat menopang ketahanan ekonomi dan sosial masyarakat.
Akhirnya semoga semua ikhtiar ini dapat memutus penyebaran virus Covid-19 atas izin Yang Maha Kuasa, sehingga kehidupan sosial-ekonomi masyarakat menjadi normal kembali.
Selamat Ramadhan!
Leksmono Suryo Putranto
Guru Besar Jurusan Teknik Sipil Universitas Tarumanagara
https://properti.kompas.com/read/2020/04/22/150000121/menakar-efektivitas-psbb-dalam-penanganan-pandemi-corona