Melansir laman The Guardian, wabah pes yang dimulai di China pada tahun 1855 tidak saja mengubah desain pipa saluran air, namun juga mengubah estetika ruangan.
Desain ruangan pada zaman itu beralih menjadi putih dan semakin menampilkan cahaya matahari.
Tak hanya itu, lantai kamar mandi mulai menggunakan keramik dan cat warna putih mulai digunakan di setiap tempat.
Dengan merebaknya wabah seperti saat ini, masing-masing dari kita hidup dalam isolasi mandiri yang membatasi interaksi sosial.
Toko-toko dan perkantoran tutup. Aktivitas masyarkat perkotaan di berbagai belahan dunia direduksi.
Dengan kondisi seperti saat ini sulit untuk tidak bertanya seperti apa dampak panjang Covid-19 terhadap rumah adn ruang kerja kita?
Apakah rumah perlu beradaptasi agar dapat mengakomodasi pekerjaan dengan lebih baik? Akankah trotoar melebar sehingga kita bisa menjaga jarak?
Apakah kita tidak lagi ingin hidup begitu padat bersama, bekerja di kantor terbuka dan menjejalkan ke lift?
Design Research Unit (DRU), salah satu agensi desain yang didirikan pada tahun 1943 memapatkan perubahan terbesar akan terjadi pada bentuk tempat kerja.
"Kami telah melihat ledakan besar di ruang kerja bersama. Tetapi, setelah ini, apakah perusahaan benar-benar ingin menempatkan seluruh tim mereka di satu tempat, di mana mereka sangat dekat dengan bisnis lain?" ucap kepala eksekutif DRU Darren Comber.
Sementara Arjun Kaickers, salah satu pemimpin tim di Foster and Partners yang memengaruhi desain kantor baru Apple dan Bloomberg mengatakan, koridor ruang kantor akan didesain lebih luas.
Perubahan tak hanya terjadi pada desain ruangan namun juga mebel. Menurut Kaickser jarak antar meja kantor saat ini telah menyusut dari 1,8 meter menjadi 1,6 meter dan sekarang 1,4 meter bahkan kurang dari itu.
"Tapi saya pikir kita akan melihat kebalikan dari itu, karena orang tidak akan mau duduk begitu dekat bersama," ucap Kaickser yang saat ini bekerja di Zaha Hadid Architects.
Dia bahkan membayangkan akan ada aturan tertulis mengenai pembatasan maksimal orang dalam satu ruangan serta penggunaan lift dan lobi untuk meminimalisasi kepadatan orang.
Kaicker menceritakan, dia pernah bekerja di kantor-kantor futuristik di mana lift dapat dipanggil melalui smartphone tanpa harus menyentuh tombol.
Sementara pintu kantor akan terbuka otomatis menggunakan sensor gerak dan pengenalan wajah. Desain ini, menurut dia, mungkin bisa diterapkan untuk perkantoran pasca-pandemi.
Selain itu akan banyak partisi yang dibangun untuk membatasi ruangan antar-departemen serta akan lebih banyak tangga.
Hal ini membuat desainer interior Stanley Sun berpendapat, pandemi Covid-19 dapat berdampak pada bagaimana orang mendesain rumahnya di masa depan.
Melansir laman Forbes, saat ini masyarakat mulai memperhatikan pentingnya keberadaan ruangan khusus untuk melakukan pertemuan atau konferensi secara virtual.
Ke depannya, Sun berpendapat, orang akan lebih menaruh perhatian untuk menyediakan ruangan khusus bagi kegiatan ini.
Ruangan tersebut juga akan memenuhi unsur-unsur lain seperti suara yang tidak bergema, cahaya yang cukup, serta latar belakang ruangan yang bisa digunakan untuk semua kondisi.
Sun juga menyatakan, perhatian akan pengaruh ruangan terhadap kesehatan fisik dan mental juga meningkat pesat. Hal ini terjadi mengingat mayoritas pekerja saat ini bertaktiivitas di dalam ruangan.
Menurutnya, desainer perlu mempertimbangkan kesehatan mental melalui lingkungan interior.
"Kita harus mempertimbangkan elemen desain apa yang dapat digunakan untuk melindungi kesehatan masyarakat, termasuk material, jarak, pemisahan fisik atau kedekatan, dan interaksi dengan obyek," tuturnya.
https://properti.kompas.com/read/2020/04/18/181118121/bagaimana-covid-19-mengubah-desain-interior-masa-depan