Hal itu dilakukan menyusul catatan anjloknya lalu lintas harian rata-rata (LHR) pada Maret 2020 sebesar 40 persen hingga 60 persen dari LHR normal.
Berdasarkan data Asosiasi Tol Indonesia (ATI), LHR Tol Jadebotabek pada minggu pertama Februari sebanyak 3,191 juta kendaraan, sementara LHR pada pekan pertama Maret turun menjadi 3,124 juta kendaraan.
Angka itu terus merosot, pada pekan kedua Februari berada pada angka 3,167 juta kendaraan, sementara pekan kedua Maret menjadi 3,060 juta kendaraan.
Berturut-turut pada pekan ketiga Februari menjadi 3,153 juta kendaraan, kemudian periode yang sama bulan Maret menjadi 2,483 juta kendaraan.
Pekan keempat Februari sebanyak 3,110 juta kendaraan menjadi hanya 1,060 juta kendaraan pada pekan keempat Maret.
Anjloknya LHR ini sangat memenaruhi pendapatan badan usaha jalan tol (BUJT). Akibatnya, kesanggupan mereka membayar kewajiban baik utang pokok maupun bunga ke perbankan, menjadi berkurang.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono memastikan, pihaknya akan mencoba fokus mengupayakan insentif dan stimulus kepada Kementerian Keuangan, agar bisnis dan industri jalan tol tetap berjalan.
"Untuk itu, kami melalui Direktorat Jenderal Bina Marga dan ATI masih berdiskusi," tutur Basuki dalam konferensi video di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Basuki melanjutkan, stimulus dan insentif tersebut bisa berupa percepatan pembayaran dana talangan pembebasan lahan yang sudah dilakukan BUJT, pembebasan pajak, relaksasi pembayaran kredit baik pokok maupun bunga, dan lain-lain.
Khusus, untuk percepatan pembayaran dana talangan pembebasan lahan yang sudah dibayarkan BUJT, Basuki memastikan dananya sudah ada pada lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jendral ATI Kris Ade Sudiyono menyambut baik langkah Kementerian PUPR melalui Ditjen Bina Marga tersebut.
"Kami sangat senang dengan inisiatif tersebut, dan sangat berharap bisa mendiskusikannya lebih lanjut," kata Ade kepada Kompas.com, Selasa (7/4/2020).
Terutama stimulus terkait arus kas dan stimulus dalam bentuk kebijakan fiskal. Misalnya dalam bentuk dukungan source of fund yang murah untuk mengatasi cashflow deficiency.
"Pemerintah bisa meluncurkan fasilitas dan instrumen pembiayaan murah bagi BUJT," cetus Kris.
ATI juga mengusulkan relaksasi termin Perjanjian Kredit eksisting dengan para kreditur tanpa menurunkan loan credibility para debitur.
Terutama menyangkut empat hal, yakni pertama, penurunan suku bunga yang terkait margin keuntungan bank. Kedua, penambahan grace period pembayaran angsuran pokok dan bunga.
Ketiga, pelonggaran covenant, dan keempat pengaturan ulang instalment package.
Kemudian penundaan disbursment kewajiban belanja modal baru seperti akibat tambah lingkup (pembangunan akses baru, rejuvinasi tempat istirahat, pelebaran lajur, dan lain-lain).
Berikutnya, percepatan penggantian Dana Talangan Tanah (DTT) dan relaksasi pengembalian BLU tanah untuk utang pokok, bunga, maupun denda.
Selanjutnya, sesuai Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tetang Pajak Penghasilan, menyebutkan fasilitas kompensasi kerugian fiskal diberikan maksimal selama lima tahun.
"Jadi adalah sangat wajar, dalam masa sulit seperti ini fasilitas kompensasi kerugian fiskal diharapkan bisa diperpanjang hingga 10 tahun. Dan seterusnya," imbuh Kris.
Namun demikian, kata Kris, segala usulan tersebut bukan berarti ATI tidak mendahulukan aspek kemanusiaan.
Menurut Kris, fokus ATI dan BUJT anggota tetap mendahulukan aspek kemanusiaannya yaitu melakukan kampanye kesehatan dan keselamatan melalui pelaksanaan secara disiplin protokol pencegahan dan penanganan Covid-19 di jalan tol.
https://properti.kompas.com/read/2020/04/07/203938821/bisnis-jalan-tol-anjlok-pemerintah-upayakan-sejumlah-stimulus