Tahun ini, ucap Suyus, target pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sekitar 200.000-260.000 unit.
Dia menjelaskan, jika satu unit rumah membutuhkan lahan seluas 100 meter persegi lengkap dengan fasilitasnya, maka dalam satu tahun dibutuhkan lahan seluas 2.000 hingga 2.600 hektar.
"Jadi bangunan vertikal ini kami akan mendorong supaya dibangun lebih banyak. Karena kalau sekarang kita lihat, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) itu rumahnya sangat jauh dari pusat kota," tutur Suyus menjawab Kompas.com, Rabu (10/3/2020).
Jika hal ini terjadi, maka akan ada konversi lahan menjadi perumahan. Oleh karena itu, Suyus mengatakan pihaknya mendorong pembangunan hunian vertikal.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Himawan Arif Sugoto, salah satu upayanya adalah dengan pengadaan bank tanah.
Saat ini, proses pembahasan bank tanah masuk dalam aturan di Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Dia mengatakan, keberadaan bank tanah juga bisa meningkatkan sektor properti terutama dalam pengadaan lahan untuk hunian.
Ini karena kenaikan harga properti tak hanya disumbang oleh mahalnya harga konstruksi, melainkan juga harga lahan.
Dengan adanya bank tanah, maka dapat mendorong pembangunan rumah murah bagi MBR.
"Di sini MBR tidak bisa membeli rumah. Ada bank tanah nanti bisa meminimalisasi charge tanah," tutur Himawan.
Selain itu, dalam RUU Cipta Kerja nantinya, pemberian hak pengelolaan lahan (HPL) maksimal hingga 90 tahun. Selama ini, hak pengelolaan atas tanah hanya diberikan untuk waktu tertentu.
"Sehingga kami dalam merancang Omnibus Law ini bisa memberikan kepastian hukum yang lebih panjang," tuntas Himawan.
https://properti.kompas.com/read/2020/03/11/120000021/kurangi-penggunaan-lahan-kementerian-atr-bpn-dorong-hunian-vertikal