Hal ini terungkap usai Rapat Pembahasan Kebijakan Penanganan ODOL yang digelar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Direktur Gakkum Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Brigjen Pol Kusharyanto di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Senin (24/2/2020).
Hasil rapat ini sekaligus membatalkan kesepakatan yang telah diteken pada 12 November 2019 oleh Kepala BPJT Danang Parikesit, Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi, Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Sugiyartanto, Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Refdi Andri, dan Sekjen ATI Kris Ade Sudiono.
Target Indonesia zero ODOL telah tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan Nomor 21 Tahun 2019 tentang Pengawasan terhadap Mobil Barang atas Pelanggaran Muatan Lebih (Over Loading) dan/atau Pelanggaran Ukuran Lebih (Over Dimension).
Pengamat transportasi dan keselamatan berkendara dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menyayangkan keputusan tersebut.
Sebab, menurut dia, risiko timbulnya korban jiwa meninggal dunia dan kerugian materiil di jalan tol dan non-tol akan semakin tinggi dan bertambah besar pertumbuhannya.
Djoko berpandangan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita yang gencar menolak pemberlakuan bebas ODOL harus menanggung risiko tersebut.
"Jika terjadi kecelakaan, Kemenperin dan Menperin juga harus bisa menanggung risiko kerugian material dan immaterial, seperti korban jiwa yang meninggal dunia atau luka berat," ujar Djoko menjawab Kompas.com, Selasa (24/2/2020).
Selain itu, lanjut Djoko, Kemenperin dan Menperin juga wajib membuat program holistik dan road map keselamatan berkendara terkait penundaan pelarangan kendaraan ODOL ini.
Kemenperin dan Menperin juga wajib membuat jembatan timbang di kawasan industri dan kawasan khusus yang memang menjadi kewenangannya.
Kerugian Rp 43,45 triliun per tahun
Sementara itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengungkapkan, kendaraan ODOL yang beroperasi di jalan tol dan non-tol mengakibatkan biaya pemeliharaan melonjak hingga Rp 43,45 triliun per tahun.
Tentu saja hal ini sangat merugikan pemerintah, operator jalan tol, pemerintah daerah (provinsi dan kota/kabupaten) dan meningkatkan risiko kecelakaan, serta inefisiensi akibat kondisi jalan rusak yang ditimbulkan.
Karena itu, menurut Basuki, Indonesia harus mampu mengendalikan kendaraan ODOL. Tanpa pengendalian, Kementerian PUPR akan kesulitan untuk menjaga kemantapan jalan di Indonesia sepanjang 541.217 kilometer.
Dari total panjang tersebut, 47.017 kilometer di antaranya merupakan jalan nasional non-tol dan 2.093 kilometer jalan tol yang sudah beroperasi dan merupakan tanggung jawab Kementerian PUPR.
"Jalan nasional dan jalan tol ini merupakan jalur-jalur vital yang menjadi urat nadi logistik dan perekonomian nasional," kata Basuki.
Sebelumnya diberitakan, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mengirimkan surat keberatan kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Surat dengan Nomor 872/M-IND/12/2019 bertanggal 31 Desember 2019 tersebut berisi poin keberatan terkait penerapan kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) secara penuh pada tahun 2021 dapat mengganggu kinerja perekonomian Nasional.
Sebagaimana diberitakan Kompas.com, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) hendak menuntaskan masalah truk obesitas atau ODOL ini. Targetnya, Indonesia bisa bebas dari truk obesitas pada tahun 2021.
https://properti.kompas.com/read/2020/02/25/084652621/pelarangan-odol-ditunda-risiko-korban-jiwa-dan-kerugian-materiil-jadi