Penjualan ritel Indonesia sepanjang tahun lalu mencapai angka 396 miliar dollar AS, mengalahkan penjualan ritel Malaysia dengan 110 miliar dollar AS.
Hal ini menandakan stabilitas dan kesiapan Indonesia menghadapi ketatnya kompetisi di pasar negara berkembang.
Bahkan, ketika kondisi geopolitik tak menentu dan pengecer dunia tengah menyusun strategi terbaik mereka untuk dapat bertahan, ritel Indonesia menunjukkan kinerja lebih baik ketimbang Thailand, Filipina, dan Vietnam.
AT Kearney menyebut, total skor Indonesia mencapai 58,7 dengan variabel Time Pressure (TP) tertinggi 78,9.
TP merupakan faktor waktu yang didasarkan pada data 2016 hingga 2018, dan diukur dengan compound annual growth rate (CAGR) penjualan ritel modern yang dipengaruhi perkembangan ekonomi negara.
Skor 100 mengindikasikan sektor ritel yang maju pesat, sehingga mewakili tekanan waktu yang tinggi dan kemampuan menangkap peluang pertumbuhan.
Selain TP, skor Global Retail Development Index juga berdasarkan tiga variabel lainnya yakni risiko bisnis (country and business risk), daya tarik pasar (market attractiveness), dan kejenuhan pasar (market saturantion).
Untuk variabel risiko bisnis, Indonesia meraih skor 50,2, daya tarik pasar 51,7, dan kejenuhan pasar 53,2.
Dalam indeks kali ini, AT Kearney menemukan bahwa realitas nasional, regional, dan lokal, mulai dari konektivitas internet hingga ketersediaan tenaga kerja dan dana, terus membentuk pengembangan ritel di seluruh dunia.
"Pengembangan ekonomi dan kebijakan perdagangan masih merupakan faktor terbesar dalam membentuk pertumbuhan ritel global di pasar konsumen," tulis AT Kearney.
Stabil
Stabilitas sektor ritel Indonesia juga dikuatkan laporan riset Cushman and Wakefield Indonesia.
"Konsep grab and go, akan menjadi favorit pada tahun 2020," ujar Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia Arief N Rahardjo.
Demikian halnya dengan peritel busana siap pakai seperti Uniqlo, H&M, dan lain-lain, juga akan melanjutkan ekspansinya tahun ini.
Hal ini memengaruhi stabilitas harga sewa dan biaya pemeliharaan pusat belanja. Cushman and Wakefield Indonesia melaporkan, harga sewa akan berada pada posisi Rp 450.300 atau tumbuh tipis 2,3 persen secara tahunan, dan biaya pemeliharaan sekutar Rp 129.800 per meter persegi per bulan atau naik 2,2 persen.
Sementara pasokan baru terbesar masih berasal dari ritel sewa, dengan rincian 246.500 meter persegi di Jakarta, dan 188.900 meter persegi berada di kawasan Debotabek.
"Pengaruh positif ekspansifnya peritel kuliner dan fast fashion retail, menjadikan tingkat hunian naik menjadi 81,4 persen di Jakarta, dan Debotabek menjadi 81,4 persen," tuntas Arief.
https://properti.kompas.com/read/2020/02/13/205237021/masuk-5-besar-ritel-indonesia-diprediksi-stabil