Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengamat Lingkungan UI, Banjir Depok Disebabkan Perumahan Ini

Tak hanya fasilitas publik, perkantoran, dan infrastruktur, perumahan pun ikut terdampak banjir besar tersebut. Selain menjadi korban, perumahan juga dituding sebagai penyebab banjir.

Bahkan, Wali Kota Depok Idris Abdul Somad mengatakan, banjir di kotanya terjadi sejak kompleks-kompleks perumahan masif dibangun pada kurun 1982.

"Alhasil, banjir besar awal tahun ini tersebar di 83 titik yang mencakup 29 kelurahan dari total 63 kelurahan," kata Idris, di Universitas Indonesia, Rabu (15/1/2020)

Kerugian material akibat banjir tersebut ditaksir mencapai Rp 8,6 miliar serta 2.276 korban mengungsi.

Pengamat Lingkungan Universitas Indonesia (UI) Tarsoen Waryono membenarkan hal ini. Dia mengatakan masalah banjir di Depok erat kaitannya dengan pembangunan perumahan yang melanggar peraturan.

"Perumahan-perumahan dibangun di pinggir lokasi Sungai Ciliwung dari Bogor hingga Depok. Ada 9 permukiman kelas menengah atas yang merupakan salah satu penyebab banjir," ungkap Tarsoen kepada Kompas.com, Kamis (16/1/2020).

Selain penyebab banjir, dia menambahkan, perumahan-perumahan tersebut juga mencemari Sungai Ciliwung. Dua di antara kesembilan perumahan tersebut adalah Pesona Kayangan dan Perumahan Villa Nova.

"Pencemaran limbah domestik seperti sampah rumah tangga termasuk diterjen, dan lain-lain," terang Tarsoen. 

Menurut Tarsoen, dampak dari pencemaran tersebut mengakibatkan Sungai Ciliwung penuh sampah, dan limbah.

Untuk mengatasi hal tersebut, menurut Tarsoen Pemerintah Kota Depok harus tegas terhadap para pengembang yang mendirikan perumahan di sepanjang Sungai Ciliwung.

Peraturan yang mengharuskan perumahan berdiri paling dekat dengan jarak tertentu dari bibir sungai harus ditegakkan.

Peraturan dimaksud adalah Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 28/PRT/M tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau tertanggal 20 Mei 2015.

Dalam dokumen Permen disebutkan, garis sempadan pada sungai tidak bertanggul (ada bangunan penahan banjir) di dalam kawasan perkotaan minimal berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai dalam hal kedalaman sungai kurang atau sama dengan tiga meter.

Kemudian garis sempadan paling sedikit berjarak 15 meter untuk kedalaman lebih 3 meter sampai 20 meter dan paling sedikit berjarak 30 meter untuk kedalaman di atas 20 meter paling sedikit berjarak 30 meter.

Kemudian untuk sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan, garis sempadannya 100 meter (sungai besar dengan luas daerah aliran sungai lebih besar dari 500 kilometer persegi) dan 50 meter (sungai kecil dengan luas daerah aliran sungai kurang dari atau sama dengan 500 kilometer persegi).

Diatur juga untuk sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan. Garis sempadannya ditentukan paling sedikit tiga meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.

Kemudian garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan paling sedikit 5 meter.

Selain itu, menurut Tarsoen, pengembang perumahan juga wajib untuk membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di daerah perumahan yang dibangun.

Pemerintah Kota Depok juga harus menerapkan sanksi yang bisa berupa denda dan pidana, kepada warga perumahan yang membuang sampah ke sungai.

"Dilarang membuang sampah ke sungai, siapa melanggar bukan didenda saja tapi ajukan ke ranah hukum," tutup Tarsoen.

https://properti.kompas.com/read/2020/01/17/135410921/pengamat-lingkungan-ui-banjir-depok-disebabkan-perumahan-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke