Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mimpi Mengintegrasikan Transportasi Umum Seperti di Luar Negeri

Harapannya, dengan integrasi ini, akan ada peralihan dari kebiasaan menggunakan kendaran pribadi ke transportasi umum.

Dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, Pemerintah menargetkan sebanyak 40 persen terjadi peralihan pada 2019, dan 60 persen pada 2020.

Namun, target tersebut tampaknya harus didukung oleh kerja keras, koordinasi, dan sinergi semua pihak terkait.

Masalahnya, dari observasi Visual Frequency and Occupancy (VFO) yang dilakukan oleh Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia pada 2011-2018 mengenai volume angkutan umum di Jakarta,  terjadi penurunan penumpang angkutan umum.

Penurunan tersebut menncapai 30 persen. Parahnya lagi, dalam survei lain yang juga dijalankan ITDP, ditemukan angka yang signifikan yakni sebanyak 58 persen pengguna ojek online ternyata adalah pengguna angkutan umum.

Data ini menegaskan, penumpang angkutan umum cenderung memilih ojek online sebagai moda transportasi andalan yang sangat berpengaruh pada berkurangnya jumlah pengguna angkutan umum di Jakarta.

Hal ini sekaligus menunjukkan fakta bahwa kebijakan integrasi transportasi umum perkotaan yang sudah lama didengungkan, belum bisa terwujud sempurna hingga sekarang.

Jika becermin pada banyak negara yang sudah mengoperasikan transportasi umum sebagai tulang punggung (backbone) transportasi, ada tiga integrasi yang harus dilakukan, yaitu integrasi fisik, integrasi jadwal, dan integrasi pembayaran.

Integrasi fisik, memungkinkan penumpang berpindah intra dan atau antar moda transportasi lainnya secara mudah.

Demikian pula ketika melewati trotoar yang menghubungkan antar moda transportasi umum tidak ada lagi terhadang PKL dan parkir sepeda motor.

Aktivitas PKL dan parkir sepeda motor harus dicarikan tempat yang tidak menganggu aktivitas pejalan kaki.

Integrasi jadwal, berupa kesesuaian jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum yang terinformasi dengan baik, serta memungkinkan berkurangnya waktu tunggu penumpang pada saat berpindah intra dan/atau antar moda transportasi.

Integrasi pembayaran, yaitu pembayaran dengan menggunakan kartu pintar (smart card), yang memungkinkan satu kartu untuk beberapa jenis layanan.

Sebagai gambaran, tahun 2013 pendapatan terendah pekerja di Kota Paris 1.600 Euro. Jika masyarakat mau berlangganan menggunakan transportasi umum, cukup membayar 108 Euro untuk sebulan.

Jika ada turis atau pelancong menggunakan transportasi umum hanya membayar 6 Euro sehari atau 26 Euro untuk seminggu. Artinya, ongkos yang dikeluarkan warga sekitar 3 persen dari penghasilan tetap bulanannya.

Coba bandingkan dengan warga Jabodetabek yang dalam kesehariannya menggunakan transportasi umum. Apabila menggunakan KRL Jabodetabek relatif murah.

Namun ongkos perjalanan dari tempat tinggal menuju stasiun kemudian dari stasiun menuju tempat bekerja dapat lebih mahal.

Jika membawa kendarana pribadi harus membayar parkir di stasiun. Total ongkos yang dikeluarkan untuk bertransportasi bisa mencapai rata-rata di atas Rp 30.000.

Hasil penelitian Badan Litbang Kementerian Perhubungan tahun 2013 menyebutkan, pengguna KRL Jabodetabek mengeluarkan 32 persen dari pendapatan tetap bulanan untuk belanja transportasi rutin.

Padahal, Bank Dunia (World Bank) mensyaratkan maksimal 10 persen dari pendapatan tetap bulanan dibelanjakan untuk bertransportasi rutin.

Beberapa kota di duia yang transportasi umumnya sudah bagus, belanja transportasi masyarakatnya tidak lebih dari 10 persen.

Karena ongkos belanja transportasi tinggi, makanya di negara kita setiap rapat atau pertemuan ada istilah menyediakan uang transportasi bagi peserta yang hadir.

Hal seperti itu tidak pernah terjadi di negara yang layanan transportasi umumnya bagus. Persentase masyarakat yang menggunakan transportasi umum sudah lebih dari 50 persen.

Nah, sekarang sudah terbetuk perusahaan patungan antara PT Kereta Api Indoneisa (KAI) dengan PT MRT Jakarta, yakni PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MIJT).

Targetnya mereka dapat melakukan integrasi antar moda, mengembangkan kawasan transit oriented development (TOD), dan penataan simpul transportasi (72 stasiun).

Langkah awal adalah menata empat stasiun, yaitu Stasiun Pasar Senen, Stasiun Tanahabang, Stasiun Juanda dan Stasiun Sudirman.

Yang dinanti adalah integrasi di Stasiun Manggarai dengan target operasional tahun 2021. Secara konstruksi layanan di dalam area stasiun dapat dikatakan sudah bisa disiapkan.

Namun yang menjadi perhatian penting adalah penataan lingkungan di luar Stasiun Manggarai. Relokasi dan negosiasi bukan hal yang mudah tetap harus dilakukan.

Dengan kondisi sekarang jika tidak dilakukan penataan di luar stasiun, keberadaan Stasiun Manggarai yang modern tidak akan berarti apa-apa.

Lahan parkir, akses jaringan dan kapasitas jalan harus ditambah dan ditata. Setidaknya luas lahan parkir dibuat seluas Stasiun Gambir sekarang.

Sebab, semua kereta yang berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DI Yogyakarta akan berhenti di Stasiun Manggarai. Belum lagi ditambah dengan aktivitas KRL Jabodetabek.

Integrasi adalah satu-satunya cara untuk mencapai standar pelayanan dan operasional maksimal untuk memberikan dampak yang besar dan menyeluruh.

Ketepatan waktu dan kemudahan dalam berpindah (mobilitas) akan selalu menjadi alasan utama pemilihan moda transportasi untuk menunjang mobilitas warga kota.

Tanpa integrasi, jangan harap memiliki kota dengan sistem transportasi yang manusiawi dan efisien bagi penduduknya.

https://properti.kompas.com/read/2020/01/15/080000921/mimpi-mengintegrasikan-transportasi-umum-seperti-di-luar-negeri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke